Laporan Ekonomi
Sumber Daya Hutan Medan, April
2015
NILAI
EKONOMIS DAMAR
Dosen Penangung jawab :
Oleh :
Sunarti T. P. Ambarita
131201041
HUT 4A
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
PENDAHULUAN
Hasil hutan selain kayu, yang lebih dikenal
dengan sebutan HHBK (hasil hutan bukan kayu), selalu menduduki peran penting
dan besar dalam ekonomi kehutanan di negara-negara berkembang (Arnold, 2004),
tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak lepas dari banyaknya jenis HHBK yang
dapat diperoleh dari hutan, baik yang berasal dari tumbuhan (HHBK nabati)
maupun dari hewan (HHBK hayati). Pemanfaatan HHBK pada umumnya untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan, energi, dan obat-obatan (HHBK FEM), serta pemanfaatan
lainnya (HHBK non FEM). Produk HHBK telah menjadi pemasukan sekaligus
pendapatan langsung bagi pemenuhan kebutuhan banyak rumah tangga dan masyarakat
di seluruh dunia (Iqbal, 1993; Walter, 2001).
Di banyak negara, total nilai ekonomi dari HHBK
diperkirakan mampu memberi sumbangan terhadap pemasukan negara yang sama besar,
bahkan mungkin lebih, daripada yang dapat diperoleh dari kayu bulat. Di
Indonesia sendiri, nilai ekonomi HHBK diperkirakan mencapai 90 % dari total
nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan (Lampiran Permenhut
No. P.21/Menhut-II/2009).
Selama ini HHBK seolah dipandang sebelah mata
dan hanya dianggap sebagai hasil hutan ikutan. Hal ini tidak lepas dari
besarnya variasi jenis HHBK, sehingga tidak ada penanganan yang fokus dan
terarah sebagaimana pada produk kayu bulat (Prayitno, 2007). Akibatnya,
kebanyakan HHBK tidak terkelola secara memadai agar memiliki nilai eknonomi dan
nilai tambah yang tinggi. Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era
keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan banyak masalah akibat
degradasi hutan yang luar biasa berat, HHBK mulai mendapat perhatian yang lebih
serius. Pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari semula berbasis kayu
(timber-based managment) menjadi berbasis sumberdaya (resource-based
management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan. Multi fungsi hutan
yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial bagi negara dan
masyarakat, tidak lagi dilihat dari produk hasil hutan kayu saja, melainkan
juga potensi hasil hutan lainnya, seperti HHBK, ekowisata, karbon.
Salah satu sumber dari HHBK yakni getah dari
kayu damar. Melihat potensinya yang melimpah di Indonesia getah kayu damar
dijadikan salah satu tanaman hutan yang mampu memberikan produksi baik kayu
maupun hasil lainnya (bukan kayu). Dari pohon ini dihasilkan getah yang
memiliki kualitas tinggi yang dikenal dengan nama damar. Pohon damar yang
tumbuh baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku selain diambil
getahnya, kayunyapun sudah dimanfaatkan. Di daerah Krui (Lampung Utara), kayu
damar telah lama diusahakan oleh rakyat untuk diambil getahnya, hal ini sudah
terjadi beberapa generasi, sehingga bertani damar telah merupakan mata
pencaharian pokok untuk daerah ini.
Damar merupakan salah satu tanaman kayu asli
Indonesia yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Damar biasanya dimanfaatkan kayunya karena mempunyai nilai jual yang cukup
tinggi, terutama digunakan untuk pertukangan. Pulp dan kayu lapisnya termasuk golongan
awet IV dan awet III dengan berat jenis kayunya sekitar 0,49. Nama damar
sendiri diambil karena pohon ini memproduksi kopla (getah) atau yang biasa kita
sebut dengan “damar”. Di Jawa, tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah
atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal (hasil olahan getah
atau resin yang disadap dari batang damar). Nama kopal berarti juga “dupa” atau
“setanggi”. Getah akan mengalir keluar dan membeku setelah kena udara beberapa
waktu lamanya. Lama-kelamaan getah ini akan mengeras dan dapat dipanen; yang
dikenal sebagai kopal sadapan. Kegunaan getah damar antara lain sebagai bahan
korek api, plastik, plester, vernis, lak, tinta cetak dan pelapis tekstil.
Pohon damar juga disukai sebagai tumbuhan
peneduh taman dan tepi jalan (misalnya di sepanjang Jalan Dago, Bandung). Damar
teristimewa ditanam untuk diambil resinnya, yang diolah menjadi kopal. Resin
ini adalah getah yang keluar tatkala kulit (pepagan) atau kayu damar dilukai.
Getah akan mengalir keluar dan membeku setelah kena udara beberapa waktu
lamanya. Lama-kelamaan getah ini akan mengeras dan dapat dipanen; yang dikenal
sebagai kopal sadapan. Getah juga diperoleh dari deposit damar yang terbentuk
dari luka-luka alami, di atas atau di bawah tanah; jenis yang ini disebut kopal
galian. Pada masa lalu resin damar terutama dihasilkan dari tegakan-tegakan
alam di Maluku dan Sulawesi. Kini kopal juga dihasilkan dari hutan-hutan
tanaman Perhutani di Jawa.Kayu damar berwarna keputih-putihan, tidak awet, dan
tidak seberapa kuat. Di Bogor dan di Sulawesi Utara, kayu ini hanya
dimanfaatkan sebagai papan yang digunakan di bawah atap.
Kayu damar diperdagangkan di Indonesia dengan
nama kayu agatis Selain fungsinya sebagai tanaman ”paru-paru kota” dan
komoditas penting untuk hasil hutannya, pohon damar juga mulai menarik
perhatian para ilmuwan dalam hal pengembangan obat anti Alzheimer. Penyakit
alzheimer sendiri merupakan gangguan saraf di otak yang diakibatkan oleh
penyumbatan aliran darah yang menuju ke otak. Disadari atau tidak, penyakit
alzheimer adalah penyakit yang cukup banyak menyerang manusia di berbagai
belahan dunia. Gejala-gejala penyakit ini diantaranya adalah gangguan memori
yang mempengaruhi keterampian dalam bekerja, kesulitan bericara dan berbahasa,
kesulitan berpikir abstrak, dan perubahan kepribadian. Penyumbatan aliran darah
tersebut disebabkan oleh akumulasi protein amiloid beta peptida yang dihasilkan
dari pembelahan senyawa beta amiloid yang merupakan prekursornya. Pembelahan
ini terjadi karena adanya aktivitas enzim beta sekretase. Oleh karena itu,
penemuan inhibitor aktivitas enzim beta sekretase dapat menjadi suatu
alternatif dalam hal pengembangan obat penyakit alzheimer. Salah satu senyawa
alam yang telah diuji aktivitasnya sebagai inhibitor enzim beta sekretase
adalah kelompok biflavonoid. Dari penelitian yang dilakukan oleh Sasaki dkk.
(2010) di Jepang bersama peneliti dari Kimia Organik Bahan Alam ITB, diperoleh
data bahwa senyawa biflavonoid yang bernama amentoflavon (dan turunannya)
memiliki aktivitas yang menarik sebagai inhibitor aktivitas enzim beta
sekretase. Senyawa biflavonoid sendiri diketahui merupakan kandungan utama dari
beberapa tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae).
Pohon damar (spesies Agathis alba) adalah salah
satu tumbuhan biji terbuka yang cukup banyak terdapat di Indonesia. Khan dkk.
(1972) dari India melaporkan bahwa senyawa amentoflavon diketahui merupakan
salah satu kandungan dari spesies Agathis alba yang tumbuh di Taiwan. Akan
tetapi, kadar amentoflavon pada pohon damar tersebut juga diketahui masih
sedikit (merupakan komponen minor). Walaupun demikian, sangat dimungkinkan
bahwa senyawa amentoflavon (dan turunannya) pada pohon damar yang tumbuh di
Indonesia akan ditemukan dalam jumlah banyak karena produksi metabolit sekunder
tertentu oleh tumbuhan dipengaruhi oleh aktivitas enzim-enzim yang terlibat
dalam biosintesisnya, dan faktor lokasi tempat tumbuh sangat berpengaruh
terhadap aktivitas enzim ini. Indonesia memiliki banyak pohon damar (spesies A.
dammara dan A. alba) yang tersebar di berbagai daerah. Selain sebagai anti
alzheimer, amentoflavon juga dimungkinkan memiliki aktivitas lain yang menarik,
diantaranya adalah anti-HIV seperti yang telah diuji oleh para peneliti dari
Taiwan dan Amerika. Pada pengujian tersebut, amentoflavon menunjukkan aktivitas
yang moderat. Akan tetapi, penambahan gugus-gugus fungsi tertentu dapat
meningkatkan keaktifan senyawa amentoflavon, dan hal tersebut sangat mungkin
terjadi dalam proses biosintesis yang terjadi di alam sehingga dihasilkan suatu
senyawa turunan amentoflavon yang aktif sebagai anti-HIV. Jadi, pada pohon
damar yang tumbuh di Indonesia sangat berpotensi untuk ditemukan senyawa alam
untuk pengembangan obat anti alzheimer dan anti-HIV. Oleh karena itu,
penelitian mengenai kandungan senyawa biflavonoid dari pohon damar yang tumbuh
di Indonesia perlu terus dikembangkan guna penemuan senyawa obat baru sehingga
dengan demikian nilai guna pohon damar dapat lebih ditingkatkan. Tidak hanya
sebagai ”paru-paru kota” serta untuk keperluan kayu dan getahnya.
ISI
Analisis Kelayakan Damar
Deskripsi Damar
Damar merupakan salah satu
hasil hutan non kayu yang sudah lama dikenal, yaitu suatu getah yang merupakan
senyawa polysacarida yang dihasilkan oleh jenis-jenis pohon hutan tertentu.
Sampai saat ini damar cukup banyak digunakan orang antara lain untuk bahan
vernis, bahan penolong dalam pembuatan perahu dan yang terpenting adalah
sebagai pembungkus kabel laut/ tanah. Damar dihasilkan oleh jenis-jenis pohon
dari genus: Hopea, Balonocarpus, Vatica, Canoriurn, dan Agathis.
Masyarakat banyak yang salah paham, menganggap getah damar
dihasilkan oleh pohon damar. Padahal pohon damar, misalnya yang banyak dijumpai
di Kebun Raya Bogor, dan Kebun Raya Cibodas, adalah jenis Agathis, yakni
Agathis dammara. Meskipun Agathis dammara juga menghasilkan resin, namun nilai
ekonomisnya hampir tidak ada. Getah damar yang nilai ekonomisnya paling tinggi
adalah resin dari pohon Shorea javanica. Getah inilah yang sudah diburu
oleh para pedagang India, China, dan Arab, sampai ke Sumatera, Kalimantan, dan
juga (ketika itu) di pulau Jawa. Sekarang di Jawa sudah sulit didapatkan pohon
Shorea javanica, yang diambil getahnya.
Pohon Shorea
javanica bisa mencapai ketinggian lebih dari 30 m, dengan diameter batang lebih
dari 1 m. Menyadap getah damar, beda dengan getah pinus (Pinus Merkusii), atau
karet (Hevea brasiliensis), yang bisa dilakukan pada pangkal batang. Damar
Shorea javanica harus disadap pada batangnya, sampai dengan ketinggian
belasan meter. Hingga penyadap damar harus memanjat pohon tersebut, dengan
bantuan tali sebagai pengaman. Penyadapan dilakukan dengan melukai kulit batang
(menakik), sama dengan pada penyadapan pohon pinus untuk diambil gondorukemnya.
Luka takikan itu akan menghasilkan resin, yang mengeras di sekitar luka takikan.
Sejarah Damar/Resin
Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari
beberapa jenis pohon hutan, merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia
Tenggara. Spesimen resin dapat ditemukan di situs-situs prasejarah, membuktikan
bahwa kegiatan pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan. Hutan-hutan
alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis resin. Terpentin (resin Pinus) dan
kopal (resin Agathis) pernah menjadi resin bernilai ekonomi yang diperdagangkan
dari Indonesia sebelum Perang Dunia II.
Damar adalah istilah yang umum digunakan di
Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku
Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies,
yang termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan
damar. Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia
Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di
Indonesia bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu
rendah dibanding kopal atau terpentin.
Manfaat Damar
Memang tidak banyak yang tahu tentang damar.
Padahal, dari pohon damar bisa diambil banyak manfaat. Kayu pohon damar bisa
dipakai untuk perahu boat. Kekuatannya tangguh, tapi memiliki bobot yang
ringan. Batangnya yang tegak lurus itulah membuat kayu dari pohon damar pun
banyak yang lurus-lurus. Sedangkan daunnya lebar, lonjong tapi pipih. Biasa
kayu pohon damar juga dijadikan bahan pembuat kertas, alat rumahtangga, alat
musik dan alat olahraga. Dalam bahasa ahli bangunan, kualitas kayu pohon damar
termasuk kualitas IV, dan kekuatannya kelas III. Sedangkan getahnya bisa
diambil untuk bahan cat, kosmetik, plastik, vernis, bahkan korek api. Tumbuhnya
damar ada Sebagian besar tumbuh di hutan primer. Itu antara lain banyak ditemukan
di kawasan hutan Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian
Jaya. Memiliki rata-rata ketinggian 50 meter, diameternya rata-rata 2 meter.
Yang paling diburu orang dari damar adalah getahnya. Getah damar ini mengandung
unsur kimia resin yang juga bisa berkasiat untuk obat gosok. Selain itu juga
bisa dipakai untuk bahan pengawet binatang bahkan tumbuh-tumbuhan.
Ada beberapa jenis getah damar yang menjadi
buruan orang, yakni damar mata kucing, damar batu, damar hitam dari jenis
meranti, juga damar resak. Saat ini, jenis-jenis itu yang banyak dimanfaatkan
orang adalah jenis damar batu dan mata kucing yang merupakan salah satu produk
andalan ekspor yang banyak diperoleh diantaranya di pulau Sumatera.
Damar tumbuh secara alami di hutan hujan dataran
rendah sampai ketinggian sekitar 1.200 m dpl. Namun di Jawa, tumbuhan ini
terutama ditanam di pegunungan. Kayu damar berwarna keputih-putihan, tidak
awet, dan tidak seberapa kuat. Di bogor dan di Sulawesi Utara,
kayu ini hanya dimanfaatkan sebagai papan yang digunakan di bawah atap. Kerapatan
kayunya berkisar antara 380–660 kg/m³. Kayu damar diperdagangkan di Indonesia
dengan nama kayu agatis.
Tanaman ini cukup mudah untuk dibudidayakan,
seperti tanaman-tanaman kayu yang lainnya. Damar dapat tumbuh pada tempat denga
ketinggian diatas 400 dpal. Namun beberapa spesies damar juga ada yang dapat
tumbuh dibawah ketinggian tersebut. Kondisi tanah yang dibutuhkan relatif subur
serta memiliki solum dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm per tahun. Pohon
ini tidak tahan dengan musim panas, jadi hanya tumbuh di tempat yang banyak
hujannya seperti di daerah tropis. Penanamannya biasanya menggunakan model
tumpangsari. Saat awal penanaman, pohon damar membutuhkan tanaman peneduh
sebagai naungan, biasanya dengan menggunakan tanaman akasia. Bila damar sudah
mulai tinggi maka tanaman peneduh tersebut dapat diganti dengan tanaman penyela
yang dapat berupa tanaman pangan. Sistem ini sangat dianjurkan, karena
pendapatan selama menunggu hingga damar dapat dipanen berasal dari tanaman
sela. Tanaman sela disesuaikan dengan rotasi yang ada disekelilingnya.
Perawatannya dilakukan bersamaan dengan perawatan tanaman sela.
Tanaman damar (shorea javanica) telah
dibudidayakan masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Barat (Lambar) sejak zaman
Belanda hingga sekarang. Damar menjadi salah satu bagian dari sistem usaha tani
masyarakat setempat. Seperti halnya budi daya tanaman lain.
Penyadapan Damar
Penyadapan damar dilakukan dengan cara membuat
beberapa buah lubang sadap pada batang pohon dalam bentuk segitiga
dan disusun secara vertical (arah keatas) maupun secara vertical
(arah ke samping). Variatifnya jumlah produksi suatu getah dammar disebabkan
oleh sebab belum seragamnya cara penyadapan, terutama dalam jumlah, ukuran dan
kedalaman lubang sadap yang dibuat pada setiap pohon berdiameter tertentu.
Bahkan tidak jarang dijumpai jumlah lubang sadap dan kedalaman yang berlebihan
yang tidak sesuai dengan batang pohon yang disadap. Cara penyadapan yang
demikian tentunya tidak akan memberikan hasil dammar yang optimal, disamping
itu pohonakan terganggu pertumbuhannya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
adanya perbaikan cara dalam menyadap dammar.
Tujuan dari penyadapan dammar adalah membuka
saluran damar sehingga damar keluar dari Pohon . Makin besar dan makin
banyak jumlah lubang sadap, maka makin banyak jumlah damar yang keluar
dari batang pohon. Tetapi konsekuensinya, bila luka pohon terlalu banyak maka
daya tumbuh pohon akan terganggu sehingga pohon hidup merana atau bahkan
menjadi tumbang. Dengan demikian perbaikan cara penyadapan yang
dimaksudkan disini adalah penyadapan dengan jumlah lubang sadap yang tidak
terlalu banyak. Tetapi mampu meningkatkan produksi pada setiap lubang
sadap. Ada beberapa alternatif cara penyadapan yang dapat meningkatkan
produksi yaitu melalui perlakuan perangsangan baik secara fisik maupun
kimia.
Analisis Permintaan
Nilai Ekonomi Damar dan Produksi
Indonesia
Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan
kualitas yang jauh berbeda. Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu
rendah berwarna coklat kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang
terluka. Gumpalan-gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan
dengan menggali tanah di sekeliling pohon. Di seputar pohon-pohon penghasil
yang tua biasanya terdapat banyak sekali damar batu. Kedua, adalah damar mata
kucing; yaitu damar yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding
dengan kopal, yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies
dari genus Shorea dan Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang
terbaik adalah Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides.
Idealnya,
getah damar di-unduh (dipanen) satu bulan sekali, untuk mendapatkan
hasil terbaik. Dalam usia satu bulan getah damar sudah dalam kondisi ideal;
keras dan tidak lengket. Dalam kondisi seperti inilah getah damar mendapatkan
harga tertingginya. Getah damar usia kurang dari satu bulan umumnya kurang
keras dan lengket, dalam kondisi seperti ini, biasanya getah damar tersebut
dihargai murah. Namun karena desakan ekonomi, kadang-kadang petani mengunduh
damarnya pada usia muda.
Jika
harga sedang baik satu kilo gram damar bisa mencapai harga Rp.10.000. Jika satu
hektar bisa menghasilkan sebanyak 2 kuintal, maka petani bisa mengantongi
penghasilan sebesar Rp.2 juta. Jumlah itu sudah sangat berarti mengingat damar
bukan satu-satunya sumber penghasilan mereka. Dalam kondisi seperti inilah,
masyarakat tani pengelola ghepong damar memandang nilai ekonomi
ghepong damar mereka.
Gambar 1.
Pengelompokkan Getah Damar dalam Berbagai Kualitas
Ketika
krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1977-1978, para petani pengelola ghepong
damar justru memperoleh nikmat karena, pada saat itu, harga damar satu kilo
gram mencapai Rp.15.000. pada saat krisis tersebut, petani pengelola ghepong
damar relatif tidak merasakan imbasnya. Mereka malah bisa berpoya-poya
menikmati harga damar yang tinggi. Pada waktu itu, justru lebih banyak petani
damar yang membeli sepeda motor baru, dibandingkan saat ini.
Rendahnya harga getah damar di tingkat petani
tidak terlepas dari terlalu panjangnya mata rantai tata niaga. Mata rantai tata
niaga di mulai dari pedagang perantara yang biasanya membeli getah damar dari
petani di hutan/pekon. Dari pedagang ini barulah barang dikirim ke eksportir
yang menjualnya ke Singapura dan India. Dari Singapura umumnya getah damar
Lampung diekspor ke Eropa dan negara Asia Timur lainnya. Sementara itu, dari
India, getah damar dijual ke berbagai negara di Timur Tengah. Mengingat
panjangnya mata rantai tata niaga, ketika Pemda Lambar mengikuti pameran
tunggal Indonesia di Dubai, Uni Emirat Arab, tahun lalu, pengusaha setempat
baru tahu jika damar yang selama ini diimpornya dari India ternyata dihasilkan
Indonesia. Apalagi produksi getah damar Lampung Barat merupakan terbesar di
Indonesia. Diperkirakan sekitar 65 persen volume ekspor getah damar Indonesia
berasal dari Lampung Barat. Seiring dengan itu, juga sedang diupayakan agar
damar yang diekspor sudah produk olahan berupa vernis dan getah yang sudah
dimurnikan menjadi cairan. Untuk itu sedang digagas pengadaan pabrik pengolahan
getah damar di Lampung Barat.
Peralatan yang Umum Digunakan Dalam Menyadap Damar
Peralatan
yang digunakan untuk menyadap getah damar pada umumnya terbuat dari bahan –
bahan yang merupakan produk hasil hutan seperti rotan dan bagian pohon aren.
Jenis dan kegunaan peralatan penyadapan getah adalah sebagai berikut :
1. Pisau Sadap
Pisau
sadap atau biasa disebut kapak patil merupakan kapak kecil
yang berbentuk menyerupai hurup T dengan lebar mata pisau sekitar 3
cm dan dapat dilepas serta dipasang dari gagangnya. Gagang kapak
terbuat dari kayu dengan panjang kira-kira 15 cm. Mata pisau dan
gagangnya dipasang dengan cara diikat menggunakan tali yang terbuat dari
rotan. Kapak Patil berfungsi untuk membuat takik/lubang sadap,
mengorek dan mengambil hasil damar, serta membuka/memperbarui luka
sadap (menghuring).
2. Wadah Penampung Getah Damar
Wadah
penampung getah damar atau disebut tembilung merupakan wadah yeng berbentuk
kerucut dengan ukuran diameter 25 cm dan tinggi 30 em. terbuat dari seludang/ pelepah
aren atau keranjang berbentuk selinder yang terbuat dari anyaman kulit rotan.
Alat ini digunakan untuk menampung damar yang baru dipungut dari lubang
sadap.
3. Tali Pemanjat
Tali
pemanjat atau ambon/alit terbuat dari anyaman kulit rotan atau
batang rotan berdiameter kecil yang panjangnya sekitar 3- 4 meter.
Alat ini berfungsi untuk memanjat dan menyangga/menahan tubuh
penyadap sewaktu menyadap dan memperbarui lubang sadap.
4. Keranjang Angkut
Keranjang
angkut atau babalang merupakan wadah damar seperti keranjang
berbentuk bulat panjang dan terbuat dari anyaman rotan
dan dilengkapi dengan tali yang terbuat dari kulit kayu agar keranjang dapat
digendong seperti ransel. Alat ini dapat memuat sekitar 60 – 75 kg darnar.
Cara Penyadapan Dan Pengumpulan Getah
Pohon
damar mulai disadap pada umur ± 20 tahun atau apabila diameter batangnya telah
mencapai 25 cm. Sebelum penyadapan dilaksanakan. kulit batang pnhon damar yang akan
disadap dibersihkan terlebih dahulu dengan cara dikerik, agar di sekitar lubang
sadap yang akan dibuat bebas dari kotoran atau tatal kayu yang
mungkin akan mengotori getah/resin yang keluar. Setelah pembersihan
kulit batang selesai, kemudian dilakukan penyadapan yaitu dengan
membuat luka/lubang berbentuk segitiga pada kulit batang, dengan posisi lubang
sadap pertama berada sekitar 50 cm di atas permukaan tanah. Ukuran
lebar lubang sadap pertama/ muda yang dibuat adalah sekitar 3 cm
(tergantung dari lebar mata pisau dari kapak parit yang digunakan)
dengan kedalam setebal kulit batang atau sampai batas kambium (sekitar 2 – 2,5 cm).
Jumlah lubang yang dibuat pada batang pohon yang baru pertama kali disadap
(diameter batang sekitar 25 cm) biasanya sebanyak 2 – 4 tempat yang disusun
berderet ke atas dalam satu jalur, dengan jarak antar
luka sadap dalam jalur vertikal sekitar 40 Cm. Ukuran lebar lubang
sadap akan bertambah besar seiring dengan seringnya batang pohon disadap. Selain
itu jumlah lubang dan jalur sadap akan bertambah pula sejalan dengan
bertambahnya ukuran diameter batang pohon yang disadap. Jumlah
jalur sadap pada pohon dengan diameter batang 60 – 30 cm adalah
sebanyak 4 – 5 buah, dengan jumlah lubang sadap setiap jalur sebanyak
9 – 11 lubang. Beberapa saat setelah kulit batang disadap getah
akan keluar, dan getah dibiarkan mengalir dan terkumpul di dalam
lubang sadap hingga mengering. Setelah getah dammar mengering
kemudian damar dipanen/dikumpulkan.
Periode pemanenan getah biasanya sekitar dia
minggu sampai satu bulan setelah penyadapan. Cara pemanenan atau pengumpulan
getah dari lubang sadap adalah dengan mengeluarkan/mengorek damar
dari lubang sadapmenggunakan kapak patil. kemudian ditampung ke
dalam tembilung. Setelah semua getah dalam lubang
sadap terkumpul dalam tembilung, lubang sadap dibersihkan
dari sisa-sisa getah yang mengering dan selanjutnya dilakukan
pembaruan luka sadap. Pembaruan luka sadap dilaksanakan dengan
membuang/menyayat beberapa milimeter kulit batang dari tepi lubang sadap
sebelumnya. Pengumpulan getah dari lubang sedap yang tinggi (tidak terjangkau
lagi oleh tangan penyedap) dilakukan dengan cara memanjat pohon
dengan menggunakan bantuan alit yang dililitkan
pada batang pohon dan tubuh penyadap. Setelah semua damar dalam satu
pohon yang dipanen tertampung dalam tembilung, kemudian dimasukkan ke
dalam babalang untuk selanjutnya diangkut ketempat
pengumpulan.
PENUTUP
Keberhasilan sistem pengelolaan Damar sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi, ekonomi-bisnis, dan sosial-budaya.
Faktor ekologi yang paling berpengaruh adalah tempat tumbuh yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman, kemampuan peran dan fungsi ekosistem Damar terhadap
ekosistem-ekosistem lainnya, dan keberadaan komposisi jenis yang
beraneka ragam. Strategi pengembangan sistem pengelolaan Damar sangat
ditentukan oleh aktor organisasi masyarakat petani Damar yang kuat dan
mandiri, Damar merupakan salah satu tanaman kayu asli Indonesia yang
tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Damar biasanya
dimanfaatkan kayunya karena mempunyai nilai jual yang cukup tinggi, terutama
digunakan untuk pertukangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar