Medan, April 2015
POTENSI MANFAAT EKONOMI
SUMBERDAYA HUTAN KAYU ULIN (Eusideroxylon
zwageri)
Dosen Penanggung Jawab:
Dr. Agus
Purwoko, S.Hut., M.Si
Oleh:
Nurlianti 131201005
HUT 4A
PROGRAM
STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Judul dari makalah ini adalah “Potensi
Manfaat Ekonomi Sumberdaya Hutan Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)”, yang
disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Ekonomi
Sumberdaya Hutan di Departemen Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam pelaksanaan
terwujudnya makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna, baik dari segi teknik
penyusunan maupun dari segi materi dan pembahasan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif dari para pembaca atau pengguna makalah ini demi
penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa dari Kehutanan Universitas Sumatera
Utara saja, namun juga bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Medan, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................ 2
ISI
Pembahasan ..................................................................................... 3
PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................... 8
Saran ................................................................................................ 8
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................... 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam
hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan
Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire) dan hutan-hutan ini memiliki kekayaan
hayati yang unik. Luas daratan Indonesia hanya 1,3 persen dari luas daratan
permukaan bumi, keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya luar biasa tinggi,
meliputi 11 persen spesies tumbuhan dunia, 10 persen spesies mamalia, dan 16 persen
spesies burung. Sebagian besar dari spesies ini berada di dalam hutan-hutan
Indonesia. Salah satu spesies tumbuhan endemik Indonesia adalah pohon ulin (Eusideroxylon
zwageri). Kayu ulin ini
sangat banyak tumbuh di pedalaman hutan pulau Kalimantan. Keberadaan ulin ini
hampir-hampir tak dapat dipisahkan dari salah satu sisi kehidupan warga
pribumi. Setiap warga akan membangun tempat tinggal, baik itu berupa pondok,
gubuk maupun rumah, kayu ulin tak pernah ketinggalan dicari dan dikumpulkan
untuk bahan bangunan utama. Sampai-sampai atap pun dibuat dari kayu ulin, yaitu
yang disebut dengan atap Sirap.
Ulin merupakan salah satu kayu perdagangan dunia
yang dilindungi, tumbuh di hutan dataran rendah. Kayu ini memiliki banyak
manfaat seperti untuk konstruksi berat, rumah, lantai, tiang listrik/telepon,
perkapalan, dan sirap, bahkan bijinya dapat digunakan sebagai obat bengkak.
Kayu yang juga dikenal dengan nama kayu besi borneo ini menyebar di kawasan
hutan Sumatera bagian selatan dan timur, Bangka-Belitung, Kalimantan, dan
pulau-pulau kecil sekitarnya serta kepulauan Sulu dan Palawan, Filipina. Di
Kalimantan, ulin umumnya ditemukan di sepanjang aliran sungai dan sekitar
perbukitan, membentuk tegakan murni hutan primer dan sekunder, hingga
ketinggian 500 m dpl, terutama pada tanah-tanah yang berpasir dan berdrainase
baik. Area pertumbuhan ulin di Kalimantan sekarang ini tinggal tersisa 40% dari
area persebaran. Hal ini dikarenakan eksploitasi terus menerus hingga
pohon-pohon yang belum layak tebang sekalipun. Salah satu kawasan penting
sebaran ulin adalah kawasan Taman Nasional Kutai.
Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri) merupakan jenis favorit untuk perdagangan
lokal maupun ekspor. Kayu Ulin dengan nama lain kayu besi merupakan tanaman
khas Kalimantan. Kayu ulin mempunyai kelas awet 1 dan kelas kuat 1 sehingga sejak
dahulu sangat diminati untuk bahan kontruksi terutama pada daerah yang terendam
air (jembatan, dermaga).
Degradasi hutan Indonesia terus berlanjut, dengan demikian maka Indonesia
terancam kehilangan sumberdaya genetik pohon hutan yang sangat bermanfaat untuk
generasi yang akan datang. Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat
ekstraktif guna memenuhi kebutuhan manusia menyebabkan kemerosotan secara
kualitas maupun kuantitas sumberdaya hutan pada level genetik, jenis, maupun
ekosistem, tidak terkecuali ulin. Ulin merupakan salah satu jenis pohon yang
hampir punah sebagai akibat dari tingginya laju penebangan yang dilakukan
secara legal maupun illegal oleh masyarakat maupun perusahaan pemegang
HPH.
Tingginya
tingkat pemanfaatan kayu ulin selain mengancam kelestarian kayu ulin dapat pula
menimbulkan pencemaran lingkungan. Industri penggergajian kayu ulin
menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji. Sejauh ini limbah tersebut dibuang
begitu saja ke lingkungan, dan mencemari lingkungan khususnya perairan sungai,
karena industri penggergajian kayu ulin umumnya memang berada di tepi
sungai. Walaupun sudah ada anggota masyarakat yang memanfaatkan limbah itu,
belum ada kegiatan yang secara signifikan dapat mencegah penimbunan limbah kayu
ulin. Oleh sebab itu harus dicari berbagai alternatif pemanfaatan limbah
tersebut untuk mengimbangi laju pertambahan atau penumpukannya.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah yang
berjudul “Potensi Manfaat Ekonomi Sumberdaya Hutan Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)” ini adalah untuk
mengetahui manfaat, potensi, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan kayu
ulin (Eusideroxylon zwageri) di wilayah Indonesia.
ISI
Deskripsi
Ulin (Eusideroxylon
zwageri) sering disebut kayu besi karena sifat kayunya yang kuat dan awet. Tinggi
pohon dapat mencapai 35 m dengan panjang batang bebas cabang 5-20 m, diameter
sampai 100 cm, dan kadang-kadang sampai 150 cm. Batang tanaman ulin biasanya tumbuh
lurus, tajuk pohon berbentuk bulat, rapat, dan melebar, susunan daun beselang-
seling, daun muda berwarna merah dan setelah tua berwarna hijau. Ulin
umumnya tumbuh pada ketinggian 5-400 m di atas permukaan laut dengan medan
datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran.
Ulin sangat jarang dijumpai di habitat rawa-rawa.
Keistimewaan kayu ulin, selain kuat dan awet
(termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I) adalah tahan terhadap serangan
rayap dan serangga penggerek. Kayu ulin juga tahan terhadap perubahan suhu,
kelembaban, dan pengaruh air laut. Karenanya jenis ini banyak digunakan untuk
konstruksi jembatan, dermaga, bangunan yang terendam air, bantalan rel kereta
api, perkapalan, dan lain-lain. Ulin juga digunakan sebagai bahan sirap (atap)
karena mudah dibelah. Namun, sebagai bahan baku furniture jarang dijumpai
karena sifat kayunya yang sangat berat dan keras. Kayu ulin dapat digergaji dan
diserut dengan hasil baik, tetapi sangat cepat menumpulkan alat-alat karena
kayunya sangat keras. Kayu ulin dapat dibor dan dibubut dengan baik, tetapi
sukar direkat dengan perekat sintetik dan harus dibor dahulu sebelum disekrup
atau dipaku, karena cenderung untuk pecah dalam arah radial.
Ulin termasuk dalam family
Lauraceae, dengan nama lain ironwood (Inggris), belian (Malaysia), dan tambulian
(Filipina). Persyaratan tumbuhnya di daerah yang memiliki curah hujan dengan
tipe iklim A dan B (Schmith & Ferguson) dengan intensitas curah hujan 2500
mm-4000 mm/th dengan ketinggian tempat 5 m-400 m dpl. Jenis ini dapat tumbuh di
tanah berpasir atau tanah liat. Ulin mampu tumbuh pada tanah yang tingkat
kesuburannya rendah (pH, KTK, KB, N, P, K, C/N, K, Ca, Mg, Na rendah dan
kandungan Al yang tinggi).
Ulin biasanya tumbuh secara menyebar
atau mengelompok dengan kanopi dominan dan juga ditemui sebagai tegakan
tersendiri. Ulin biasanya ditemukan berasosiasi dengan jenis-jenis koompasia,
shorea, dan intsia.
Penyebaran jenis pohon ulin meliputi
pulau Sumatera yaitu propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan
Pulau Kalimantan. Di Luar Indonesia ulin terdapat pula di Malaysia (Serawak,
Semenanjung Malaysia, Sabah dan Brunei Darussalam), kepulauan Sulu dan Filipina
(Pulau Palawan).
Regenerasi alami biasanya terbatas
pada areal dekat pohon induknya. Anakan ulin yang terdapat di hutan tropis yang
tertutup oleh kanopi biasanya dapat bertahan hidup dan jarang mati. Regenerasi
anakan ulin sangat rendah pada hutan bekas tebangan, sehingga diperlukan campur
tangan manusia untuk melakukan permudaan buatan. Keterbatasan jumlah biji
menyebabkan biaya penanaman yang mahal dan pembuatan bibit melalui metode
kultur jaringan dianjurkan. Pohon ulin terdapat di hutan dataran rendah.
Biji ulin memerlukan waktu yang lama
kadang-kadang sampai satu tahun untuk berkecambah. Ada dua macam kesulitan yang
timbul untuk permudaan jenis ulin. Pertama, bagaimana mendapatkan tanaman yang
tumbuh secara bersamaan dengan biji-biji yang berkecambah sangat lambat dan
tidak teratur. Kedua, bagaimana menjamin naungan yang diperlukan pada proses
perkecambahan dan pertumbuhan awal dan seterusnya.
Manfaat
Ulin
merupakan salah satu jenis pohon hutan Kalimantan yang memiliki banyak
kegunaan. Selain manfaat kayunya, ulin juga memiliki manfaat lain yang tidak
kalah penting dan bernilai ekonomis.
Manfaat bagi
kepentingan ekonomi diantaranya menghasilkan produk-produk yang bernilai
ekonomi seperti kayu gergajian, sirap, ukiran, bahan bangunan, tiang, dan
produk kayu lainnya.
Dalam
hubungannya dengan manfaat ekologi, pohon ulin merupakan tempat bersarang orang
utan. Orang utan juga memakan daun-daun ulin yang masih muda. Pohon ulin
memiliki peranan ekologi yang penting diantaranya menghasilkan oksigen yang
menyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis, mempertahankan air tanah,
menahan air dan tanah, serta mempengaruhi iklim mikro, dan lain sebagainya.
Manfaat bagi
kepentingan sosial budaya merupakan manfaat yang juga bersifat ekstraktif namun
pemanenan dilakukan tidak dengan cara menebang. Manfaat ini diperoleh dengan
mengambil bagian yang tidak mematikan dari jenis ini. Manfaat sosial budaya
dari pohon ulin adalah sebagai obat tradisional dan sebagai bahan kerajinan dan
ukiran tradisional dengan memanfaatkan tunggak ulin yang telah mati sehingga
tidak mengancam kelestariannya.
Ulin berkhasiat
untuk mengatasi beberapa penyakit dan gangguan kesehatan. Terkait dengan
pemanfaatannya sebagai bahan obat, daun ulin mengandung beberapa senyawa
fitokimia seperti flavonoid, saponin, tanin, dan sterol-terpenoid serta banyak
mengandung tanin. Selain pemanfaatan daun dan batangnya, biji ulin yang
dihaluskan dimanfaatkan untuk obat bengkak, menghitamkan rambut atau semir
rambut. Buah ulin yang akan digunakan dikeringkan, dicampur dengan minyak
kelapa. Di pasar-pasar tradisional di Kalimantan kadang dijual produk minyak
ulin yang berkhasiat untuk menghitamkan rambut dan mencegah tumbuhnya uban.
Adanya khsiat obat pada biji ulin ini mungkin ada hubungannya dengan kandungan
racun yang ada di dalamnya.
Limbah industri ulin dapat dimanfaatkan untuk membuat papan semen partikel.
Industri-industri perkayuan seperti penggergajian kayu, kayu lapis, meubel dan lain-lain
secara langsung menghasilkan limbah-limbah industri kayu yang cukup tinggi. Limbah
dari industri perkayuan yang berupa sisa kayu yang secara ekonomis belum bisa
dimanfaatkan lagi, dapat digunakan sebagai bahan baku salah satunya adalah papan
semen partikel. Papan semen partikel adalah papan tiruan yang dibuat dari
potongan kayu atau partikel sebagai bahan baku utamanya dengan semen sebagai
bahan pengikatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat papan semen partikel
adalah: jenis kayu, tipe partikel, jumlah dan penyebaran bahan perekat,
orientasi partikel serta interaksi faktor-faktor tersebut di atas.
Serbuk kayu ulin (Eusideroxylon zwagery) mempunyai kandungan kimia yang sangat
menarik untuk diteliti yaitu senyawa turunan neolignan. Berdasarkan kegunaannya
secara tradisional, kandungan kimia utama dan hasil uji bioaktivitas awal
sebagai antijamur, dapat diprediksi bahwa senyawa-senyawa turunan neolignan
dari kayu ulin (Eusideroxylon zwagery)
memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur patogen kulit. yang diuji .
Penelitian pada tahun pertama bertujuan untuk menelusuri senyawa bioaktif
bersifat antijamur dari kayu ulin (Eusideroxylon
zwagery) terhadap jamur penyebab penyakit kulit, sedangkan tujuan
penelitian tahun kedua adalah untuk membuat suatu formula obat antijamur yang
berbentuk sediaan krim, salep, dan jel. Hasil penelitian tahun pertama
memperlihatkan bahwa pada penetapan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum terhadap
jamur Mycosporum gypseum, ekstrak metanol mempunyai aktivitas pada konsentrasi
500 ppm, sedangkan terhadap Candida albicans sebesar 1000 ppm. Pengujian
antijamur selanjutnya hanya dilakukan terhadap Mycosporum gypseum karena jamur
ini dinilai sensitif terhadap aktivitas dari sampel uji. Fraksi aktif dari
n-heksan memberikan aktivitas yang paling baik karena nilai bandingnya dengan
miconazol nitrat sebagai blanko antijamur sintetik adalah 1.
Status Konservasi
Ulin (Eusideroxylon zwageri )
merupakan salah satu jenis yang hampir punah sebagai akibat dari tingginya laju
penebangan yang dilakukan secara legal maupun illegal oleh
masyarakat maupun perusahaan pemegang HPH, bahkan telah terancam punah. Sedang
berdasarkan data IUCN (2000), jenis ini dikategorikan dalam kelompok yang
rentan (vulnerable/VUA1cd+2cd) yaitu populasi mengalami penurunan
lebih dari 20% selama 10 tahun. Penyebab utama keterancaman kepunahan adalah
karena kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak terkendali.
Strategi Konservasi
Sumberdaya Genetik Ulin
Pelaksanaan konservasi sumberdaya
genetik suatu jenis harus dimulai dengan mengidentifikasi secara jelas apa
tujuan konservasi tersebut. Tahap kedua adalah seleksi sumberdaya genetik yang
akan dikonservasi berdasarkan pengetahuan yang tersedia tentang pola spasial
dari variasi genetik. Selanjutnya memilih metode konservasi untuk melakukan
pengawetan secara fisik. Tahap akhir program konservasi adalah regenerasi
sumberdaya genetik. Ulin di Kalimantan dan Jambi masih memiliki keragaman
genetik yang tinggi. Pelaksanaan konservasi harus sesuai dengan tujuan
konservasi untuk jenis endemik yaitu konservasi variasi maksimum. Konservasi
variasi maksimum dilakukan dengan cara konservasi terhadap keragaman genetik
yang berpotensi penting pada program pemuliaan.
Kegiatan perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan dilaksanakan dalam tiga level yang terdiri dari level genetik,
jenis, dan ekosistem. Kegiatan konservasi antara lain bertujuan untuk mencegah
terjadinya penurunan keanekaragaman dan kepunahan di tiga level tersebut. Strategi
konservasi in-situ maupun ex-situ ulin idealnya saling
komplementer. Konservasi ex-situ merupakan back-up bagi
konservasi in-situ. Konservasi ex-situ berfungsi untuk mendukung
jenis target yang mungkin hilang berbagai sebab di areal konservasi in-situ.
Konservasi ex-situ harus memperhatikan syarat-syarat tempat tumbuh
(tanah) yang sesuai di mana ulin tumbuh pada sebaran alaminya.
Metode konservasi sumberdaya genetik
yang dilakukan adalah konservasi insitu dinamis dan konservasi eksitu
dinamis. Konservasi insitu dinamis dengan penanaman pengayaan bahan
tanaman setempat pada hutan alam atau tempat tumbuhnya. Konservasi eksitu
dinamis yaitu program pemuliaan dengan membuat tegakan benih provenans dan
tegakan konservasi genetik.
Upaya konservasi exsitu sudah
dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya sejak 1997 masyarakat Desa tanjung
Harapan Kalimantan Timur menanam tanaman ulin sebagai naungan pada tanaman
kopi. PT Kiani Hutani Lestari, sejak tahun 1995-1997 pada batas petak dan jalur
hijau sepanjang sungai. Pada tahun 2003 Balai Litbang kehutanan bekerjasama
dengan PT.KEM telah menanam ulin seluas 10 ha. Kegiatan pembangunan plot konservasi
exsitu ulin juga dilakukan di Hutan Penelitian Sumberwringin, Bondowoso,
Jawa Timur sejak Desember 2004.
Demikian halnya konservasi insitu
juga telah diupayakan oleh Pemerintah Kalimantan Timur melaui SK Kepala Dinas
Kehutanan 522.21/005.79/DK-V/1991, tanggal 20 agustus 1981, dimana setiap HPH
diwajibkan menunjuk tegakan pohon induk jenis ulin dengan luas minimal 100 ha.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kayu
ulin banyak digunakan untuk konstruksi jembatan, dermaga, bangunan yang
terendam air, bantalan rel kereta api, perkapalan, dan lain-lain.
2. Selain bernilai ekonomis, ulin juga bermanfaat
di bidang ekologi, sosial budaya, dan tanaman obat, bahkan serbuk dan limbahnya
dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
3. Ulin,
selain kuat dan awet (termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I), juga tahan
terhadap serangan rayap, serangga penggerek, perubahan suhu, kelembaban, dan
pengaruh air laut.
4. Ulin (Eusideroxylon
zwageri ) merupakan salah satu jenis yang hampir punah sebagai akibat dari
tingginya laju penebangan yang dilakukan secara legal maupun illegal oleh
masyarakat maupun perusahaan pemegang HPH.
Saran
Sebaiknya pemanfaatan kayu ulin dapat
dilaksanakan dengan lebih bijaksana lagi. Selain itu, pemuliaan regenerasi yang
cepat terhadap pertumbuhan ulin juga perlu ditingkatkan untuk menghindarkan
dari kepunahan.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang
Kehutanan Kalimantan. 2004. Status Litbang Ulin (Eusideroxylon zwageri).
Samarinda.
Barber CV, Matthews, E, Brown, D,
Brown, TH, Curran, L dan Plume, C. 2002. The State of the Forest Indonesia.
[Terjemahan] pdf.wri.org/indoforest_chap1_id.pdf
Fakhrurazi, M. 2009. Konservasi
Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri) di kabupaten Hulu Sungai Tengah. www.dephut.go.id.
Hakim, Lukman. 2008. Variasi
Pertumbuhan Empat Propvenans Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.)
Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Bogor. Bogor.
Hakim, L, Prastyono dan Abdurrahman,
S. 2005. Eksplorasi Ulin di Kalimantan untuk Konservasi Ex-situ. Pusat Litbang
Bioteknologi dan Pemuliaan Hutan. Vol.2 No. 1, April 2005.
Hidayat, S. 2004. Persebaran Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijms.
& Binned.) dan Tumbuhan Asosiasinya di Taman Nasional Kutai, Kalimantan
Timur. Jurnal BioSMART, ISSN:
1411-321X, Volume 6, Nomor 1, Halaman: 39-43. LIPI Press. Bogor.
Maika, MR. 2009. Teknik Produksi
Bibit Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm dan Binn) Melalui Stek. www.forester-invd.com/index.
Nugroho, WN. 2007. Karakteristik Tanah pada Sebaran Ulin di Sumatera
dalam Mendukung www.dephut.go.id/files/Agung.pdf.
Palapessy, J. G. 2012. Penelitian Eksperimental
Kekuatan Lentur Kayu
Ulin (Eusideroxylon zwageri). Universitas Kristen Maranatha Press.
Banjarmasin.
Rimbawanto, A, Widyatmoko, AYPBC dan
Harkingto. 2006. Keragaman Populasi (Eusideroxylon zwageri) Kalimantan
Timur Berdasarkan Penanda RAPD. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman
Bogor. Bogor.
Siregar, IZ. 2008. Strategi
Konservasi Sumberdaya Genetik. Bahan Kuliah Pascasarjana IPB. Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia
No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar