Makalah
Mata Kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan Medan, April
2015
EKSPLORASI POTENSI AREN (Arenga pinnata Merr)
Dosen Penanggungjawab :
Agus
Purwoko S.Hut., M.Si
Oleh:
Masrida Wasilah
131201016
HUT 4A
PROGRAM STUDI
KEHUTANAN
FAKULTAS
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas kasih-Nya memberikan pengetahuan, pengalaman, kekuatan, dan kesempatan
kepada
saya sehingga mampu menyelesaikan
makalah mata kuliah ekonomi sumberdaya hutan.
Makalah
yang berjudul “Eksplorasi Potensi Aren
(Arenga pinnata Merr)” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah
ekonomi sumberdaya hutan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara. Sesuai dengan judulnya, dalam makalah ini membahas
tentang eksplorasi potensi aren (Arenga
pinnata Merr).
Dalam
proses pembuatan laporan ini, penulis megucapkan terimakasih kepada Agus
Purwoko S.Hut., M.Si selaku dosen penanggung jawab mata kuliah ekonomi
sumberdaya hutan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran
dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi
makalah ini akan sangat
penulis hargai. Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Medan, April
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................……….................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ……….............................ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan..........................................................................................................
.............................………2 BAB II
ISI
1.Gula
Aren dan Gula Semut....................................................................... ……….............................3
2.Bioetanol
Dari Air Nira Aren.................................................................... ………............................6
3.Papan Partikel Dan Papan Komposit Dari Limbah Pohon Aren............... ………............................7
4.Pembuatan Biochar (Arang
Hayati) Dari Limbah Padat Industri Tepung Aren................................9
5.Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren.......................................................... ……................................10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................................................. ……...............................13
Saran............................................................................................................ ……................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Aren atau
enau (Arrenga pinnata Merr) adalah
salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan
dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman aren bisa
tumbuh pada segala macam kondisi tanah, baik tanah berlempung, berkapur maupun
berpasir. Namun pohon aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu
tinggi.
Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25ºC. Di luar itu, pohon aren masih dapat tumbuh namun kurang optimal dalam berproduksi (Bank Indonesia, 2008).
Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25ºC. Di luar itu, pohon aren masih dapat tumbuh namun kurang optimal dalam berproduksi (Bank Indonesia, 2008).
Luas area pohon aren yang diusahakan di Indonesia adalah 62.120
ha. Berikut ini adalah enam propinsi penghasil aren terbesar di Indonesia.
Tabel 1. Enam Besar Propinsi Penghasil Aren di Indonesia Tahun
2006
Daerah Luas
|
Area (ha)
|
Produksi (ton)
|
Jawa Barat
|
13.878
|
7.866
|
Sulawesi Utara
|
5.928
|
5.846
|
Sumatera Utara
|
4.708
|
3.752
|
Sulawesi Selatan
|
4.520
|
2.503
|
Jawa Tengah
|
2.638
|
2.454
|
Bengkulu |
3.388
|
2.058
|
Sumber: Statistik Perkebunan
Tahun 2006, hal 8
Pohon aren
memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat
memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang
digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan
sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya
dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi
yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil
sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun
dari produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bah
an untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya.
Beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan:
Akar arak akar
industri obat
batang industri alat rumah tangga/ bangunan
sagu industri makanan
industri lem
Aren daun industri rokok
industri botol
bunga nira gula aren industri makanan dan minuman
buah kolang kaling industri makanan
Diagram
1. Pohon industri produk turunan aren (Arrenga
pinnata Merr)
Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah yang berjudul “Eksplorasi Potensi Aren (Arenga pinnata Merr) adalah untuk mengetahui potensi produk
turunan aren (Arenga pinnata Merr)
untuk dikembangkan di kehidupan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
dalam bidang ekonomi.
BAB II
ISI
1.Gula Aren dan Gula Semut
Usaha gula
aren di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan. Ini
dapat diketahui dari tingginya permintaan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, khususnya untuk jenis gula semut, yang seringkali sulit dipenuhi.
Berdasarkan survei, sebuah industri kecil dalam sebulan dapat memperoleh
pesanan sebesar 15–25 ton. Pesanan tersebut sampai saat ini belum mampu
dipenuhi akibat keterbatasan pasokan dan kurangnya modal. Terkait dengan
permintaan dalam negeri, kebutuhan gula semut terbesar datang dari industri
makanan dan obat yang tersebar di sekitar Tangerang. Sementara untuk pasar
lokal, permintaan tertinggi terjadi pada saat dan menjelang bulan puasa
Ramadhan. Sedangkan untuk permintaan ekspor, banyak datang dari Jerman, Swiss
dan Jepang.
Di
Indonesia, usaha gula aren banyak dikembangkan di wilayah pegunungan.
Berdasarkan data pada tabel 1, luas areal tanaman relatif meningkat dari tahun
ke tahun sehingga produksi gula aren juga cenderung meningkat.
Tabel 2. Perkembangan luas pertanaman, produksi dan produktivitas
gula aren di Indonesia
Tahun
|
Luas Areal (ha)
|
Produksi (ton)
|
Produktivitas (Kw/ha)
|
1996
|
46.105
|
25.392
|
10,05
|
1997
|
45.611
|
19.067
|
7,38
|
1999
|
44.802
|
20.874
|
7,65
|
2000
|
47.730
|
27.682 |
9,96
|
2001
|
50.543
|
33.498
|
11,38
|
2002
|
48.797
|
28.189 |
10,15
|
2003
|
55.183
|
34.051
|
10,42
|
2004
|
59.557 |
32.880
|
10,12
|
2005
|
60.761
|
35.899
|
10,13
|
Sumber: Ditjen Perkebunan
(1996-2007)
Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada
pagi dan sore hari. Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit
air kapur pada dasarnya yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira
aren akibat pembiakan organisme mikro. Nira hasil sadapan pagi disaring
menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga
matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan. Tujuan memasak
nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah
hanya tahan 3 jam. Lokasi usaha produksi gula
aren sebaiknya berada di dekat sumber bahan baku yaitu nira aren. Hal ini
disebabkan daya tahan nira aren hanya tiga jam sebelum menjadi asam akibat
proses fermentasi. Oleh karena itu, bahan baku perlu penanganan yang cepat,
nira hasil sadapan harus segera diolah menjadi gula cetak.
Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang
sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu
ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25
liter nira. Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah
memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan
dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga
dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak
di dalam cetakan dari kayu. Sebelum digunakan, cetakan tersebut terlebih dahulu
dibersihkan dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih
untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya. Lama pemasakan nira aren hingga
dicetak adalah 3-4 jam.
Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak,
perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan
pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api
kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali diangkat dari tungku dan dilakukan
pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan. Setelah terjadi
pengkristalan, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Serbuk yang
masih kasar inilah yang disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan
kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi, kemudian dikirim kepada
produsen gula semut skala industri kecil di masing-masing sentra produksi. Gula
semut setengah jadi dari pengrajin terlebih dahulu digiling dengan mesin
penggiling untuk menghaluskan gula yang masih .
Setelah penggilingan, gula aren semut diayak sesuai dengan ukuran
yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling
halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3%. Untuk memperoleh tiga tingkat kehalusan
tersebut, gula yang sudah digiling diayak dengan ayakan dari ukuran yang paling
besar terlebih dahulu, yaitu 10 mesh. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan
ini, yang disebut dengan gula reject. Gula reject tersebut kemudian dimasak
kembali
hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula cetak.
Gula semut hasil ayakan pertama, kemudian diayak kembali dengan ayakan ukuran yang lebih kecil, demikian seterusnya hingga ukuran ayakan yang terkecil. Jumlah produksi gula semut dengan tiga jenis kehalusan ini disesuaikan dengan permintaan pasar.
hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula cetak.
Gula semut hasil ayakan pertama, kemudian diayak kembali dengan ayakan ukuran yang lebih kecil, demikian seterusnya hingga ukuran ayakan yang terkecil. Jumlah produksi gula semut dengan tiga jenis kehalusan ini disesuaikan dengan permintaan pasar.
Selanjutnya, gula semut dengan tiga ukuran ayakan tersebut,
kemudian dijemur di bawah panas matahari hingga kadar airnya mencapai di bawah
3%. Jika tidak ada sinar matahari, proses pengeringan dapat dilakukan
menggunakan alat pengering, misalnyanya oven pemanas. Gula semut yang sudah
kering kemudian dikemas dalam kemasan karung untuk dikirim kepada industri
makanan atau pedagang besar dengan kemasan plastik untuk dipasarkan
makanan atau pedagang besar dengan kemasan plastik untuk dipasarkan
Perluasan
areal tanaman aren dapat diindikasikan sebagai jaminan pasokan bahan baku. Ini juga
berarti usaha gula aren dapat berkelanjutan dan berpeluang untuk meningkatkan
kapasitas produksinya. Dengan demikian, dari sisi penawaran berpotensi untuk
menaikan produk gula aren sebagai upaya untuk memenuhi permintaan yang
cenderung makin tinggi.
Kendala
pemasaran yang masih dihadapi oleh pengusaha dalam pemasaran produk gula aren,
antara lain kurangnya akses terhadap informasi pasar, terutama tentang harga,
sehingga pengrajin sangat tergantung pada harga yang diberikan oleh pengumpul
(posisi tawar pengrajin rendah) dan masyarakat masih kurang mengenal produk
gula aren semut sebagai subtitusi gula pasir tebu. Hal ini menyebabkan gula
aren semut lebih dikenal untuk keperluaan industri daripada untuk konsumsi.
Padahal, peluang pasar untuk memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar konsumsi
relatif besar.
Dampak
ekonomi dan sosial dari kegiatan produksi gula aren:
1. menyediakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar sentra
produksi gula aren
2. meningkatkan nilai tambah yang
dihasilkan dan diperoleh pengrajin dan pengusaha gula aren
3. meningkatkan optimalisasi pemanfaatan potensi daerah penghasil
gula aren
4. meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk gula aren ke
luar negeri
5. mendorong adanya penelitian dan pengembangan teknologi produksi
gula aren secara berkesinambungan
Usaha
produksi gula aren tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, bahkan menciptakan
manfaat bagi lingkungan karena:
1. tidak ada limbah
berbahaya yang dihasilkan oleh industri gula aren
2. perakaran pohon aren sangatlah dalam,
sehingga membantu mengangkat unsur hara dari tanah yang dalam ke permukaan yang
berakibat pada semakin suburnya tanah disekitarnya. Itulah sebabnya di sekitar
pohon aren, para pengrajin dapat melakukan kegiatan bercocok tanam secara
tumpang sari untuk menambah penghasilan.
2.Bioetanol Dari Air Nira Aren
Sehubungan
produk nira aren dapat dijadikan bahan etanol, maka pengembangan tanaman ini
untuk mendukung kebutuhan bioenergi perlu segera ditindaklanjuti. Peluang
mengembangkan tanaman ini selain ketersediaan teknologi yang ada, tanaman aren beradaptasi
pada berbagai tipe tanah diseluruh Indonesia termasuk lahan kritis, alang-alang
dan untuk reboisasi dan konservasi hutan. Sedang tantangan yang perlu ditanggulangi
untuk mengembangkan tanaman ini meliputi input teknologi masih minim, perbaikan
manajemen produksi, perbaikan pengolahan, pemasaran masih tradisional,
diseminasi masih terbatas pada sebagian kecil petani, dan kesulitan bibit
unggul.
Potensi
tanaman aren untuk dijadikan etanol saat ini sudah cukup besar, dapat mencapai
1,43 juta kl bioetanol per tahun. Proses pembuatan etanol menurut Rindengan et
al. (2006) dalam Effendi (2010) dimulai dari fermentasi awal dengan pembuatan
starter. Nira aren diatur kadar gula mencapai 2 %, kemudian dipanaskan dan
didinginkan, setelah itu diinokulasi dengan
kultur murni antara lain Saccharomyces cerevisiae lalu diinkubasi selama 24 jam. Kemudian nira yang telah siap untuk difermentasi jadi alkohol
dipanaskan lalu didinginkan dimana pH diatur 4,0-4,5 menggunakan asam sitrat. Selanjutnya diinokulasi starter 10% lalu difermentasi mendapatkan kadar alkohol 1,88%. Alkohol atau etanol ini kadarnya dapat ditingkatkan melalui
destilasi dengan memisahkan etanol dengan air. Bila etanol dipanaskan pada suhu 98-100ºC akan menguap sehingga dapat dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %.
kultur murni antara lain Saccharomyces cerevisiae lalu diinkubasi selama 24 jam. Kemudian nira yang telah siap untuk difermentasi jadi alkohol
dipanaskan lalu didinginkan dimana pH diatur 4,0-4,5 menggunakan asam sitrat. Selanjutnya diinokulasi starter 10% lalu difermentasi mendapatkan kadar alkohol 1,88%. Alkohol atau etanol ini kadarnya dapat ditingkatkan melalui
destilasi dengan memisahkan etanol dengan air. Bila etanol dipanaskan pada suhu 98-100ºC akan menguap sehingga dapat dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %.
3.Papan Partikel Dan Komposit Dari Limbah Pohon Aren
Limbah dari
hasil industri pengolahan tepung aren adalah berupa limbah padat dan cair.
Khusus limbah padat adalah berupa kulit kayu yang sangat keras serta ampas dari
bagian dalam yang berupa serat/serabut sisa perasan tepung aren (Setyo dkk,
2005; Handajani dan Firdayanti, 2005; dalam Haryanto dkk, 2008). Limbah kayu pohon aren sebagian besar pemanfaatanya
sebagai kayu bakar, disamping itu ada juga orang yang memanfaatkannya untuk
tangkai cangkul, tangkai kapak dan barang kerajinan. Sedangkan limbah ampas serat
aren menyerupai serabut kelapa hampir tidak dimanfaatkan sama sekali dan
dibuang begitu saja disekitar pabrik pengolahan industri tepung aren yang
umumnya terletak di bantaran tepi sungai sehingga mencemari lingkungan (Handajani
dan Firdayanti, 2005; dalam Haryanto dkk,
2008).
Permasalahan
yang ada adalah bagaimana mengantisipasi kekurangan komponen bahan bangunan
kayu melalui usaha menciptakan alternatif produk unggulan dari bahan baru
(berupa limbah), yaitu limbah kulit dan serat aren ditambah dengan potongan ban
bekas yang dikompositkan dengan serbuk gergaji. Pemanfaatan limbah dari sisa
pengolahan tepung aren yang berupa kulit kayu dan ampas (serat) kayu aren,
serta karet ban bekas diperkirakan dapat meningkatkan kualitas papan partikel.
Diprediksi serat ampas batang aren dapat meningkatkan daya ikat papan partikel.
Penggunaan karet ban bekas yang dipotong-potong ke dalam campuran papan
partikel diharapakan dapat meningkatkan kualitas papan partikel karena dapat
bersifat perekat saat menerima panas. Untuk penggunaan finir kayu aren
diperkirakan dapat meningkatkan kualitas papan komposit, terutama kuat
lenturnya.
Tahap
pembuatan papan partikel dan papan komposit menurut Haryanto dkk, 2008 antara lain:
1.Persiapan
bahan serat aren, limbah karet ban bekas, dan partikel/serbuk
gergaji. Serat aren yang digunakan dipotong-potong dengan ukuran
panjang maksimal 50 mm. Karet ban bekas terlebih dahulu dipotong-potong dengan ukuran
maksimal 5 mm. Serbuk gergaji dipilih dari jenis kayu kualitas rendah, yaitu
sengon.
2.Penyaringan/pengayakan potongan karet ban bekas dan serbuk gergaji dilakukan agar
diperoleh ukuran yang seragam dan homogen. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan
ayakan ukuran 0,5 cm.
3.Pengeringan
serat dan partikel Serat aren dan serbuk
gergaji untuk selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari hingga dicapai
kadar air 4 – 8%.
4.Penimbangan
partikel, serat, dan karet yang diperlukan untuk
tiap sampel papan ditimbang beratnya sesuai dengan variasi pada rancangan
penelitian dan kerapatan rencana 0,7 g/cm3.
5.Penimbangan
perekat UF dipersiapkan dan ditimbang sebanyak 15%
terhadap berat kering papan partikel jadi.
6.Pencampuran
partikel dengan perekat UF Partikel yang telah siap dimasukkan ke dalam bak pencampur
kemudian perekat disemprotkan dengan spray
sambil diaduk-aduk.
7. Partikel yang dicampur dengan perekat kemudian dicetak dalam
suatu tatakan papan sementara (mat). Selanjutnya pada cetakan
tersebut ditekan selama 3 – 5 menit, kemudian mat dikeluarkan dari cetakan.
8. Pengempaan
partikel Pengempaan dilakukan pada mat
tersebut dengan mesin kempa panas pada suhu 150ºC – 190ºC selama 5 menit.
Tekanan dilakukan sampai ketebalan papan partikel 1 cm, dengan besar tekanan ±
25 kg/cm2.
Tahapan
pembuatan papan komposit, yaitu pelapisan papan partikel dengan finir kulit kayu
aren menurut Haryanto dkk, 2008
antara lain:
1.
Pembuatan finir atau lembaran gergajian kayu aren berupa lembaran
papan ukuran tampang melintang 0,5 cm x 3 cm dan panjang lebih dari 40 cm.
Finir dibuat dari limbah kayu aren dengan cara digergaji dan diketam menjadi
papan ukuran kecil (bilah).
2. Pelapisan
finir pada permukaan papan partikel perlu dipersiapkan perekat
UF jenis UA-125 yang akan dilaburkan yaitu sebesar 40 gr/ft2. Untuk
satu permukaan (luas 1600 cm2) papan partikel diperlukan perekat
terlabur sebesar sekitar 68,89 gram. Pelaburan dilakukan pada dua sisi permukaan
papan partikel dan finir.
3. Pengempaan
akhir setelah finir direkatkan pada papan partikel, selanjutnya
dilakukan pengempaan panas (akhir) pada suhu 150ºC selama 5 menit.
Tahap pengujian
dilakukan pada sampel uji dari panel papan partikel dan papan komposit. Ukuran
dan metode pengujian mengikuti spesifikasi ASTM D 1037 untuk mendapatkan sampel
uji sifat físika (kerapatan, kadar air, penyerapan air, dan pengembangan tabal)
dan sifat mekanika (kuat tekan sejajar permukaan papan partikel, modulus
lentur/patah (MOR), modulus elastisitas (MOE), dan kuat tarik geser). Sampel
uji untuk papan partikel dan papan komposit terdiri dari sampel uji kadar air
dan kerapatan, ukuran 5 x 5 cm, sampel penyerapan air dan pengembangan tabal,
ukuran 15 x 15 cm , sampel uji kuat tekan sejajar permukaan, ukuran 10,1 x 2,5
cm, sampel uji kuat lentur statik (MOR), ukuran 29 x 7,6 cm, sampel uji kuat tarik
geser, ukuran 2,5 x 10 cm.
Pemanfaatan
limbah serat aren terbukti dapat meningkatkan kualitas papan partikel secara
signifikan. Kualitas papan partikel dengan jumlah serat yang lebih banyak
secara umum lebih baik dibanding papan partikel dengan jumlah partikel (serbuk
gerjaji) yang banyak. Semakin bayak jumlah serat aren, maka semakin baik
kualitas papan partikel. Pemanfaatan limbah potongan karet ban bekas tidak
berpengaruh terhadap kualitas papan kualitas papan partikel, namun nilainya
cenderung tetap dan ada beberapa yang sedikit menurun.
4.Pembuatan Biochar (Arang
Hayati) Dari Limbah Padat Industri Tepung Aren
Dari proses pembuatan tepung aren
dihasilkan limbah berupa
cair dan padat. Limbah cair berasal dari proses penyaringan dan pengendapan tepung aren, sementara limbah padat yang berupa kulit batang aren berasal dari
sisa pemarutan batang serat dan ampas serat aren yang berasal dari proses penyaringan. Mengolah limbah padat aren dengan mengubahnya menjadi biochar (arang hayati) dengan proses pirolisis. Biochar adalah
material karbon padat yang dihasilkan dari degradasi secara thermal (biomassa/bahan organik) pada kondisi sedikit atau tanpa oksigen (Lehmann et. al., 2009; dalam Sihana, dkk 2013). Karena berasal dari makhluk hidup kita sebut arang hayati. Di dalam tanah, biochar dapat meningkatkan
kesuburan tanah, mengikat karbon dalam tanah, dan menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak menganggu keseimbangan
karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman (Gani, 2010; dalam Sihana, dkk 2013).
cair dan padat. Limbah cair berasal dari proses penyaringan dan pengendapan tepung aren, sementara limbah padat yang berupa kulit batang aren berasal dari
sisa pemarutan batang serat dan ampas serat aren yang berasal dari proses penyaringan. Mengolah limbah padat aren dengan mengubahnya menjadi biochar (arang hayati) dengan proses pirolisis. Biochar adalah
material karbon padat yang dihasilkan dari degradasi secara thermal (biomassa/bahan organik) pada kondisi sedikit atau tanpa oksigen (Lehmann et. al., 2009; dalam Sihana, dkk 2013). Karena berasal dari makhluk hidup kita sebut arang hayati. Di dalam tanah, biochar dapat meningkatkan
kesuburan tanah, mengikat karbon dalam tanah, dan menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak menganggu keseimbangan
karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman (Gani, 2010; dalam Sihana, dkk 2013).
Pertama kali dilakukan untuk membuat biochar menurut Sihana, dkk 2013
adalah menyiapkan kompor LPG pada
tempatnya. Kemudian, bahan baku yang sudah ditimbang dimasukkan ke tabung
pirolisis dan tutup tabung dipasang rapat dengan memberi tambahan bantalan
asbes agar tidak ada celah udara. Tabung pirolisis diletakkan diatas kompor
dengan posisi tepat di tengah-tengah kompor.Setelah semua peralatan siap, kompor
LPG dinyalakan. Suhu diusahakan
stabil dengan cara melihat voltase yang ditunjukkan pada multimeter digital
dengan memutar volume kompor LPG.
Pada proses pirolisis, volatile matter akan menguap, mengalir keluar melalui
lubang pipa. Sehingga didalam tabung pirolisis hanya tersisa arang (char).
Selanjutnya, peralatan dimatikan dan didiamkan sampai mendekati suhu kamar.
Setelah itu tutup tabung dibuka secara perlahan dan arang dikeluarakan dan
dipisahkan antara
arang dan yang bukan arang, kemudian masing-masing
ditimbang.
arang dan yang bukan arang, kemudian masing-masing
ditimbang.
5.Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren
Upaya untuk
memperpanjang masa pakai kayu, terutama jenis kayu berkelas awet rendah (kelas
III-V) yang jumlah mencapai 85,7% dari 4000 jenis kayu yang dikenal di
Indonesia (Martawijaya, 1996; dalam Samma 2006). memerlukan tindakan pengawetan
untuk mencegah dari agen perusak
kayu. Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan kerusakan pada kayu khususnya bangunan adalah rayap tanah. Di daerah pedalaman Sulawesi Selatan, ijuk sering dimanfaatkan untuk melindungi kayu bangunan terhadap serangan rayap. Penelitian tentang ijuk sebagai perintang fisik telah dilakukan oleh Irfan (2005); dalam Samma (2006) menunjukkan bahwa perintang fisik berupa ijuk pasaran dan alami efektif digunakan sebagai bahan alternatif pencegah serangan rayap tanah. Namun, kemampuan ijuk secara kimiawi sebagai bahan antirayap belum diketahui, sehingga penelitian ini dianggap perlu dilakukan.
kayu. Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan kerusakan pada kayu khususnya bangunan adalah rayap tanah. Di daerah pedalaman Sulawesi Selatan, ijuk sering dimanfaatkan untuk melindungi kayu bangunan terhadap serangan rayap. Penelitian tentang ijuk sebagai perintang fisik telah dilakukan oleh Irfan (2005); dalam Samma (2006) menunjukkan bahwa perintang fisik berupa ijuk pasaran dan alami efektif digunakan sebagai bahan alternatif pencegah serangan rayap tanah. Namun, kemampuan ijuk secara kimiawi sebagai bahan antirayap belum diketahui, sehingga penelitian ini dianggap perlu dilakukan.
Langkah-langkah untuk membuat ekstrak ijuk aren anti
rayap menurut Samma (2006) yaitu serbuk ijuk sebanyak 150 gram diekstraksi dengan
aseton dengan perbandingan berat serbuk dan berat aseton 1:3 selama 48 jam dan
dilakukan berulangkali sampai dihasilkan larutan ekstrak yang jernih. Larutan ekstrak dalam aseton dievaporasi pada suhu 30-40ºC hingga diperoleh
larutan sebanyak 100 ml, kemudian ditambahkan 75 ml n-heksana dan 25 ml aquadest lalu dikocok. Fraksi n-heksana terlarut dipisahkan dari fraksi tak
terlarut (residu). Fraksi terlarut diuapkan pada suhu 30-40ºC untuk memperoleh ekstrak kering. Ekstrak kering ini kemudian dilarutkan dalam n-heksana hingga 50 ml untuk tujuan efektivitas sebagai anti
rayap. Residu hasil fraksinasi n-heksana juga dipersiapkan 50 ml untuk uji efektivitasnya sebagai anti rayap.
dilakukan berulangkali sampai dihasilkan larutan ekstrak yang jernih. Larutan ekstrak dalam aseton dievaporasi pada suhu 30-40ºC hingga diperoleh
larutan sebanyak 100 ml, kemudian ditambahkan 75 ml n-heksana dan 25 ml aquadest lalu dikocok. Fraksi n-heksana terlarut dipisahkan dari fraksi tak
terlarut (residu). Fraksi terlarut diuapkan pada suhu 30-40ºC untuk memperoleh ekstrak kering. Ekstrak kering ini kemudian dilarutkan dalam n-heksana hingga 50 ml untuk tujuan efektivitas sebagai anti
rayap. Residu hasil fraksinasi n-heksana juga dipersiapkan 50 ml untuk uji efektivitasnya sebagai anti rayap.
Pengujian anti rayap digunakan contoh uji kertas saring (Whatman 40, diameter 12,5 cm). Kertas saring
direndam dalam larutan ekstrak selama 24
jam lalu dikeringudarakan. Kertas saring tanpa ekstrak (kontrol), kertas saring yang telah direndam dalam ekstrak dari fraksi terlarut dan fraksi tak
terlarut (residu) ditimbang untuk memperoleh berat awal (Wo). Pengujian antirayap dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam cawan petri.
Sebanyak 150 ekor rayap dari kasta pekerja dan 15 ekor dari kasta prajurit yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam setiap contoh uji. Unit pengujian tersebut diletakkan pada suatu wadah yang lebih besar lalu dibiarkan ditempat gelap dan dipertahankan pada suhu ±28ºC dan kelembaban ±75 % selama 3 minggu. Kelembaban dipertahankan dengan cara penyemprotan aquadest pada kertas uji secukupnya setiap hari. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap minggu. Rayap yang mati bangkainya dibuang untuk menghindari adanya konsumsi terhadap rayap lainnya atau sifat kanibalisme rayap. Total rayap yang mati digunakan untuk menghitung persentase mortalitas rayap dari total keseluruhan rayap yang diujikan. Pada akhir pengamatan, kertas saring ditimbang untuk menghitung laju konsumsi rayap. Komponen kimia dari ekstrak ijuk dengan n-heksana dapat menghambat aktivitas rayap dalam menaikkan persentase tingkat mortalitas rayap dan menurunkan laju konsumsi rayap.
jam lalu dikeringudarakan. Kertas saring tanpa ekstrak (kontrol), kertas saring yang telah direndam dalam ekstrak dari fraksi terlarut dan fraksi tak
terlarut (residu) ditimbang untuk memperoleh berat awal (Wo). Pengujian antirayap dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam cawan petri.
Sebanyak 150 ekor rayap dari kasta pekerja dan 15 ekor dari kasta prajurit yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam setiap contoh uji. Unit pengujian tersebut diletakkan pada suatu wadah yang lebih besar lalu dibiarkan ditempat gelap dan dipertahankan pada suhu ±28ºC dan kelembaban ±75 % selama 3 minggu. Kelembaban dipertahankan dengan cara penyemprotan aquadest pada kertas uji secukupnya setiap hari. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap minggu. Rayap yang mati bangkainya dibuang untuk menghindari adanya konsumsi terhadap rayap lainnya atau sifat kanibalisme rayap. Total rayap yang mati digunakan untuk menghitung persentase mortalitas rayap dari total keseluruhan rayap yang diujikan. Pada akhir pengamatan, kertas saring ditimbang untuk menghitung laju konsumsi rayap. Komponen kimia dari ekstrak ijuk dengan n-heksana dapat menghambat aktivitas rayap dalam menaikkan persentase tingkat mortalitas rayap dan menurunkan laju konsumsi rayap.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pohon aren (Arenga
pinnata Merr) memiliki potensi
ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan
finansial.
2. Keterbatasan pasokan dan kurangnya modal menjadi
faktor pembatas dalam memenuhi permintaan pasar atas gula semut baik di dalam
maupun luar negeri.
3. Tantangan untuk mengembangkan pohon aren (Arenga pinnata Merr) meliputi input teknologi masih minim, perbaikan manajemen
produksi, perbaikan pengolahan, pemasaran masih tradisional, diseminasi masih
terbatas pada sebagian kecil petani, dan kesulitan bibit unggul.
4. Papan partikel dan komposit dari limbah pohon
aren merupakan langkah antisipasi kekurangan komponen bahan bangunan kayu.
5. Keunggulan biochar
dari limbah padat industry tepung aren tidak mengganggu keseimbangan
karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih
tersedia bagi tanaman.
Saran
Sebaiknya pemerintah
menyediakan subsidi bibit unggul, pupuk, serta mesin untuk mengolah hasil pohon
aren (Arenga pinnata Merr) serta mengendalikan harga pasar atas
produk turunan aren agar petani aren lebih sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiyaan Usaha Kecil (PPUK). Gula Aren
(Gula Semut Dan Cetak). Jakarta.
Effendi. 2010. Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Indonesian Center for
Crops Research and Development. 9 (1): 36-46.
Haryanto, dkk. 2008.
Teknologi Papan Partikel Dan Komposit Dari Limbah Pohon Aren (Kayu Dan Serat)
Dan Limbah Karet Ban Bekas. Jurnal Litabang Provinsi Jawa Tengah. 6 (1).
Samma, dkk. 2006. Sifat
Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren (Arenga
pinnata Merr). Jurnal Parennial. 3 (1): 15-18.
Sihana, dkk. 2013.
Processing Biochar From Solid Waste Arenga
pinnata Flour Industry. 11 (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar