Kamis, 09 April 2015

EKSPLORASI POTENSI AREN (Arenga pinnata Merr)


Makalah Mata Kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan                                                  Medan, April 2015

EKSPLORASI POTENSI AREN (Arenga pinnata Merr)

Dosen Penanggungjawab :
Agus Purwoko S.Hut., M.Si
 
 Oleh:
Masrida Wasilah
131201016
HUT 4A






                                                             


PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas kasih-Nya memberikan pengetahuan, pengalaman, kekuatan, dan kesempatan kepada saya sehingga mampu menyelesaikan makalah mata kuliah ekonomi sumberdaya hutan.
Makalah yang berjudul “Eksplorasi Potensi Aren (Arenga pinnata Merr)” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah ekonomi sumberdaya hutan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Sesuai dengan judulnya, dalam makalah ini membahas tentang eksplorasi potensi aren (Arenga pinnata Merr).
Dalam proses pembuatan laporan ini, penulis megucapkan terimakasih kepada Agus Purwoko S.Hut., M.Si selaku dosen penanggung jawab mata kuliah ekonomi sumberdaya hutan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi makalah ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.



Medan,   April 2015
                                               

                                                                                                                          Penulis 





DAFTAR ISI
                                                                                                                                                Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................……….................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ……….............................ii

BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan.......................................................................................................... .............................………2 
BAB II
ISI

1.Gula Aren dan Gula Semut....................................................................... ……….............................3

2.Bioetanol Dari Air Nira Aren.................................................................... ………............................6
3.Papan Partikel Dan Papan Komposit Dari Limbah Pohon Aren............... ………............................7
4.Pembuatan Biochar (Arang Hayati) Dari Limbah Padat Industri Tepung Aren................................9
5.Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren.......................................................... ……................................10

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................................................. ……...............................13
Saran............................................................................................................ ……................................13
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

Aren atau enau (Arrenga pinnata Merr) adalah salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman aren bisa tumbuh pada segala macam kondisi tanah, baik tanah berlempung, berkapur maupun berpasir. Namun pohon aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi.
Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25ºC. Di luar itu, pohon aren masih dapat tumbuh namun kurang optimal dalam berproduksi (Bank Indonesia, 2008).
Luas area pohon aren yang diusahakan di Indonesia adalah 62.120 ha. Berikut ini adalah enam propinsi penghasil aren terbesar di Indonesia.
Tabel 1. Enam Besar Propinsi Penghasil Aren di Indonesia Tahun 2006
Daerah Luas
Area (ha)
Produksi (ton)
Jawa Barat
13.878
7.866

Sulawesi Utara
5.928
5.846

Sumatera Utara
4.708
3.752
Sulawesi Selatan
4.520
2.503
Jawa Tengah
2.638
2.454

Bengkulu
3.388
2.058
Sumber: Statistik Perkebunan Tahun 2006, hal 8
Pohon aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun dari produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bah an untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya. Beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan:
           Akar            arak akar     industri obat
           batang          industri alat rumah tangga/ bangunan
                                sagu              industri makanan
                                                      industri lem
Aren               daun           industri rokok
                              industri botol
            bunga       nira         gula aren          industri makanan dan minuman
            buah         kolang kaling           industri makanan

Diagram 1. Pohon industri produk turunan aren (Arrenga pinnata Merr)

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Eksplorasi Potensi Aren (Arenga pinnata Merr) adalah untuk mengetahui potensi produk turunan aren (Arenga pinnata Merr) untuk dikembangkan di kehidupan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.




BAB II
ISI
1.Gula Aren dan Gula Semut
Usaha gula aren di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan. Ini dapat diketahui dari tingginya permintaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, khususnya untuk jenis gula semut, yang seringkali sulit dipenuhi. Berdasarkan survei, sebuah industri kecil dalam sebulan dapat memperoleh pesanan sebesar 15–25 ton. Pesanan tersebut sampai saat ini belum mampu dipenuhi akibat keterbatasan pasokan dan kurangnya modal. Terkait dengan permintaan dalam negeri, kebutuhan gula semut terbesar datang dari industri makanan dan obat yang tersebar di sekitar Tangerang. Sementara untuk pasar lokal, permintaan tertinggi terjadi pada saat dan menjelang bulan puasa Ramadhan. Sedangkan untuk permintaan ekspor, banyak datang dari Jerman, Swiss dan Jepang.
Di Indonesia, usaha gula aren banyak dikembangkan di wilayah pegunungan. Berdasarkan data pada tabel 1, luas areal tanaman relatif meningkat dari tahun ke tahun sehingga produksi gula aren juga cenderung meningkat.
Tabel 2. Perkembangan luas pertanaman, produksi dan produktivitas gula aren di Indonesia
Tahun
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)

Produktivitas (Kw/ha)


1996
46.105
25.392
10,05
1997
45.611
19.067
7,38
1999
44.802
20.874
7,65
2000
47.730

27.682
9,96
2001
50.543
33.498
11,38
2002
48.797

28.189
10,15
2003
55.183
34.051
10,42
2004

 59.557
32.880
10,12
2005
60.761
35.899
10,13
Sumber: Ditjen Perkebunan (1996-2007)
Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit air kapur pada dasarnya yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme mikro. Nira hasil sadapan pagi disaring menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan. Tujuan memasak nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah hanya tahan 3 jam. Lokasi usaha produksi gula aren sebaiknya berada di dekat sumber bahan baku yaitu nira aren. Hal ini disebabkan daya tahan nira aren hanya tiga jam sebelum menjadi asam akibat proses fermentasi. Oleh karena itu, bahan baku perlu penanganan yang cepat, nira hasil sadapan harus segera diolah menjadi gula cetak.
Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter nira. Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak di dalam cetakan dari kayu. Sebelum digunakan, cetakan tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya. Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam.
Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan. Setelah terjadi pengkristalan, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Serbuk yang masih kasar inilah yang disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi, kemudian dikirim kepada produsen gula semut skala industri kecil di masing-masing sentra produksi. Gula semut setengah jadi dari pengrajin terlebih dahulu digiling dengan mesin penggiling untuk menghaluskan gula yang masih .
Setelah penggilingan, gula aren semut diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3%. Untuk memperoleh tiga tingkat kehalusan tersebut, gula yang sudah digiling diayak dengan ayakan dari ukuran yang paling besar terlebih dahulu, yaitu 10 mesh. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan ini, yang disebut dengan gula reject. Gula reject tersebut kemudian dimasak kembali
hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula cetak.
Gula semut hasil ayakan pertama, kemudian diayak kembali dengan ayakan ukuran yang lebih kecil, demikian seterusnya hingga ukuran ayakan yang terkecil. Jumlah produksi gula semut dengan tiga jenis kehalusan ini disesuaikan dengan permintaan pasar.
Selanjutnya, gula semut dengan tiga ukuran ayakan tersebut, kemudian dijemur di bawah panas matahari hingga kadar airnya mencapai di bawah 3%. Jika tidak ada sinar matahari, proses pengeringan dapat dilakukan menggunakan alat pengering, misalnyanya oven pemanas. Gula semut yang sudah kering kemudian dikemas dalam kemasan karung untuk dikirim kepada industri
makanan atau pedagang besar dengan kemasan plastik untuk dipasarkan
Perluasan areal tanaman aren dapat diindikasikan sebagai jaminan pasokan bahan baku. Ini juga berarti usaha gula aren dapat berkelanjutan dan berpeluang untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Dengan demikian, dari sisi penawaran berpotensi untuk menaikan produk gula aren sebagai upaya untuk memenuhi permintaan yang cenderung makin tinggi.
Kendala pemasaran yang masih dihadapi oleh pengusaha dalam pemasaran produk gula aren, antara lain kurangnya akses terhadap informasi pasar, terutama tentang harga, sehingga pengrajin sangat tergantung pada harga yang diberikan oleh pengumpul (posisi tawar pengrajin rendah) dan masyarakat masih kurang mengenal produk gula aren semut sebagai subtitusi gula pasir tebu. Hal ini menyebabkan gula aren semut lebih dikenal untuk keperluaan industri daripada untuk konsumsi. Padahal, peluang pasar untuk memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar konsumsi relatif besar.
Dampak ekonomi dan sosial dari kegiatan produksi gula aren:
1. menyediakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar sentra produksi gula aren
2. meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan dan diperoleh pengrajin dan pengusaha gula aren
3. meningkatkan optimalisasi pemanfaatan potensi daerah penghasil gula aren
4. meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk gula aren ke luar negeri
5. mendorong adanya penelitian dan pengembangan teknologi produksi gula aren secara berkesinambungan
Usaha produksi gula aren tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, bahkan menciptakan manfaat bagi lingkungan karena:
1. tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan oleh industri gula aren
2. perakaran pohon aren sangatlah dalam, sehingga membantu mengangkat unsur hara dari tanah yang dalam ke permukaan yang berakibat pada semakin suburnya tanah disekitarnya. Itulah sebabnya di sekitar pohon aren, para pengrajin dapat melakukan kegiatan bercocok tanam secara tumpang sari untuk menambah penghasilan.

2.Bioetanol Dari Air Nira Aren
Sehubungan produk nira aren dapat dijadikan bahan etanol, maka pengembangan tanaman ini untuk mendukung kebutuhan bioenergi perlu segera ditindaklanjuti. Peluang mengembangkan tanaman ini selain ketersediaan teknologi yang ada, tanaman aren beradaptasi pada berbagai tipe tanah diseluruh Indonesia termasuk lahan kritis, alang-alang dan untuk reboisasi dan konservasi hutan. Sedang tantangan yang perlu ditanggulangi untuk mengembangkan tanaman ini meliputi input teknologi masih minim, perbaikan manajemen produksi, perbaikan pengolahan, pemasaran masih tradisional, diseminasi masih terbatas pada sebagian kecil petani, dan kesulitan bibit unggul.
Potensi tanaman aren untuk dijadikan etanol saat ini sudah cukup besar, dapat mencapai 1,43 juta kl bioetanol per tahun. Proses pembuatan etanol menurut Rindengan et al. (2006) dalam Effendi (2010) dimulai dari fermentasi awal dengan pembuatan starter. Nira aren diatur kadar gula mencapai 2 %, kemudian dipanaskan dan didinginkan, setelah itu diinokulasi dengan
kultur murni antara lain Saccharomyces cerevisiae lalu diinkubasi selama 24 jam. Kemudian nira yang telah siap untuk difermentasi jadi alkohol
dipanaskan lalu didinginkan dimana pH diatur 4,0-4,5 menggunakan asam sitrat. Selanjutnya diinokulasi starter 10% lalu difermentasi mendapatkan kadar alkohol 1,88%. Alkohol atau etanol ini kadarnya dapat ditingkatkan melalui
destilasi dengan memisahkan etanol dengan air. Bila etanol dipanaskan pada suhu 98-100ºC akan menguap sehingga dapat dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %.

3.Papan Partikel Dan Komposit Dari Limbah Pohon Aren
Limbah dari hasil industri pengolahan tepung aren adalah berupa limbah padat dan cair. Khusus limbah padat adalah berupa kulit kayu yang sangat keras serta ampas dari bagian dalam yang berupa serat/serabut sisa perasan tepung aren (Setyo dkk, 2005; Handajani dan Firdayanti, 2005; dalam Haryanto dkk, 2008). Limbah kayu pohon aren sebagian besar pemanfaatanya sebagai kayu bakar, disamping itu ada juga orang yang memanfaatkannya untuk tangkai cangkul, tangkai kapak dan barang kerajinan. Sedangkan limbah ampas serat aren menyerupai serabut kelapa hampir tidak dimanfaatkan sama sekali dan dibuang begitu saja disekitar pabrik pengolahan industri tepung aren yang umumnya terletak di bantaran tepi sungai sehingga mencemari lingkungan (Handajani dan Firdayanti, 2005; dalam Haryanto dkk, 2008).
Permasalahan yang ada adalah bagaimana mengantisipasi kekurangan komponen bahan bangunan kayu melalui usaha menciptakan alternatif produk unggulan dari bahan baru (berupa limbah), yaitu limbah kulit dan serat aren ditambah dengan potongan ban bekas yang dikompositkan dengan serbuk gergaji. Pemanfaatan limbah dari sisa pengolahan tepung aren yang berupa kulit kayu dan ampas (serat) kayu aren, serta karet ban bekas diperkirakan dapat meningkatkan kualitas papan partikel. Diprediksi serat ampas batang aren dapat meningkatkan daya ikat papan partikel. Penggunaan karet ban bekas yang dipotong-potong ke dalam campuran papan partikel diharapakan dapat meningkatkan kualitas papan partikel karena dapat bersifat perekat saat menerima panas. Untuk penggunaan finir kayu aren diperkirakan dapat meningkatkan kualitas papan komposit, terutama kuat lenturnya.
Tahap pembuatan papan partikel dan papan komposit menurut Haryanto dkk, 2008 antara lain:
1.Persiapan bahan serat aren, limbah karet ban bekas, dan partikel/serbuk  gergaji. Serat aren yang digunakan dipotong-potong dengan ukuran panjang maksimal 50 mm. Karet ban bekas terlebih dahulu dipotong-potong dengan ukuran maksimal 5 mm. Serbuk gergaji dipilih dari jenis kayu kualitas rendah, yaitu sengon.
2.Penyaringan/pengayakan potongan karet ban bekas dan serbuk gergaji dilakukan agar diperoleh ukuran yang seragam dan homogen. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan ukuran 0,5 cm.
3.Pengeringan serat dan partikel Serat aren dan serbuk gergaji untuk selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari hingga dicapai kadar air 4 – 8%.
4.Penimbangan partikel, serat, dan karet yang diperlukan untuk tiap sampel papan ditimbang beratnya sesuai dengan variasi pada rancangan penelitian dan kerapatan rencana 0,7 g/cm3.
5.Penimbangan perekat UF dipersiapkan dan ditimbang sebanyak 15% terhadap berat kering papan partikel jadi.
6.Pencampuran partikel dengan perekat UF Partikel yang telah siap dimasukkan ke dalam bak pencampur kemudian perekat disemprotkan dengan spray sambil diaduk-aduk.
7. Partikel yang dicampur dengan perekat kemudian dicetak dalam suatu tatakan papan sementara (mat). Selanjutnya pada cetakan tersebut ditekan selama 3 – 5 menit, kemudian mat dikeluarkan dari cetakan.
8. Pengempaan partikel Pengempaan dilakukan pada mat tersebut dengan mesin kempa panas pada suhu 150ºC – 190ºC selama 5 menit. Tekanan dilakukan sampai ketebalan papan partikel 1 cm, dengan besar tekanan ± 25 kg/cm2.
Tahapan pembuatan papan komposit, yaitu pelapisan papan partikel dengan finir kulit kayu aren menurut Haryanto dkk, 2008 antara lain:
1. Pembuatan finir atau lembaran gergajian kayu aren berupa lembaran papan ukuran tampang melintang 0,5 cm x 3 cm dan panjang lebih dari 40 cm. Finir dibuat dari limbah kayu aren dengan cara digergaji dan diketam menjadi papan ukuran kecil (bilah).
2. Pelapisan finir pada permukaan papan partikel perlu dipersiapkan perekat UF jenis UA-125 yang akan dilaburkan yaitu sebesar 40 gr/ft2. Untuk satu permukaan (luas 1600 cm2) papan partikel diperlukan perekat terlabur sebesar sekitar 68,89 gram. Pelaburan dilakukan pada dua sisi permukaan papan partikel dan finir.
3. Pengempaan akhir setelah finir direkatkan pada papan partikel, selanjutnya dilakukan pengempaan panas (akhir) pada suhu 150ºC selama 5 menit.
Tahap pengujian dilakukan pada sampel uji dari panel papan partikel dan papan komposit. Ukuran dan metode pengujian mengikuti spesifikasi ASTM D 1037 untuk mendapatkan sampel uji sifat físika (kerapatan, kadar air, penyerapan air, dan pengembangan tabal) dan sifat mekanika (kuat tekan sejajar permukaan papan partikel, modulus lentur/patah (MOR), modulus elastisitas (MOE), dan kuat tarik geser). Sampel uji untuk papan partikel dan papan komposit terdiri dari sampel uji kadar air dan kerapatan, ukuran 5 x 5 cm, sampel penyerapan air dan pengembangan tabal, ukuran 15 x 15 cm , sampel uji kuat tekan sejajar permukaan, ukuran 10,1 x 2,5 cm, sampel uji kuat lentur statik (MOR), ukuran 29 x 7,6 cm, sampel uji kuat tarik geser, ukuran 2,5 x 10 cm.
Pemanfaatan limbah serat aren terbukti dapat meningkatkan kualitas papan partikel secara signifikan. Kualitas papan partikel dengan jumlah serat yang lebih banyak secara umum lebih baik dibanding papan partikel dengan jumlah partikel (serbuk gerjaji) yang banyak. Semakin bayak jumlah serat aren, maka semakin baik kualitas papan partikel. Pemanfaatan limbah potongan karet ban bekas tidak berpengaruh terhadap kualitas papan kualitas papan partikel, namun nilainya cenderung tetap dan ada beberapa yang sedikit menurun.

4.Pembuatan Biochar (Arang Hayati) Dari Limbah Padat Industri Tepung Aren
            Dari proses pembuatan tepung aren dihasilkan limbah berupa
cair dan padat. Limbah cair berasal dari proses penyaringan dan pengendapan tepung aren, sementara limbah padat yang berupa kulit batang aren berasal dari
sisa pemarutan batang serat dan ampas serat aren yang berasal dari proses penyaringan. Mengolah limbah padat aren dengan mengubahnya menjadi biochar (arang hayati) dengan proses pirolisis. Biochar adalah
material karbon padat yang dihasilkan dari degradasi secara thermal (biomassa/bahan organik) pada kondisi sedikit atau tanpa oksigen (Lehmann et. al., 2009; dalam Sihana, dkk 2013). Karena berasal dari makhluk hidup kita sebut arang hayati. Di dalam tanah, biochar dapat meningkatkan
kesuburan tanah, mengikat karbon dalam tanah, dan menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak menganggu keseimbangan
karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman (Gani, 2010; dalam Sihana, dkk 2013).
            Pertama kali dilakukan untuk membuat biochar menurut Sihana, dkk 2013 adalah menyiapkan kompor LPG pada tempatnya. Kemudian, bahan baku yang sudah ditimbang dimasukkan ke tabung pirolisis dan tutup tabung dipasang rapat dengan memberi tambahan bantalan asbes agar tidak ada celah udara. Tabung pirolisis diletakkan diatas kompor dengan posisi tepat di tengah-tengah kompor.Setelah semua peralatan siap, kompor LPG dinyalakan. Suhu diusahakan stabil dengan cara melihat voltase yang ditunjukkan pada multimeter digital dengan memutar volume kompor LPG. Pada proses pirolisis, volatile matter akan menguap, mengalir keluar melalui lubang pipa. Sehingga didalam tabung pirolisis hanya tersisa arang (char). Selanjutnya, peralatan dimatikan dan didiamkan sampai mendekati suhu kamar. Setelah itu tutup tabung dibuka secara perlahan dan arang dikeluarakan dan dipisahkan antara
arang dan yang bukan arang, kemudian masing-masing
ditimbang.

5.Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren
Upaya untuk memperpanjang masa pakai kayu, terutama jenis kayu berkelas awet rendah (kelas III-V) yang jumlah mencapai 85,7% dari 4000 jenis kayu yang dikenal di Indonesia (Martawijaya, 1996; dalam Samma 2006). memerlukan tindakan pengawetan untuk mencegah dari agen perusak
kayu. Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan kerusakan pada kayu khususnya bangunan adalah rayap tanah. Di daerah pedalaman Sulawesi Selatan, ijuk sering dimanfaatkan untuk melindungi kayu bangunan terhadap serangan rayap. Penelitian tentang ijuk sebagai perintang fisik telah dilakukan oleh Irfan (2005); dalam Samma (2006) menunjukkan bahwa perintang fisik berupa ijuk pasaran dan alami efektif digunakan sebagai bahan alternatif pencegah serangan rayap tanah. Namun, kemampuan ijuk secara kimiawi sebagai bahan antirayap belum diketahui, sehingga penelitian ini dianggap perlu dilakukan.
            Langkah-langkah untuk membuat ekstrak ijuk aren anti rayap menurut Samma (2006) yaitu serbuk ijuk sebanyak 150 gram diekstraksi dengan aseton dengan perbandingan berat serbuk dan berat aseton 1:3 selama 48 jam dan
dilakukan berulangkali sampai dihasilkan larutan ekstrak yang jernih. Larutan ekstrak dalam aseton dievaporasi pada suhu 30-40ºC hingga diperoleh
larutan sebanyak 100 ml, kemudian ditambahkan 75 ml n-heksana dan 25 ml aquadest lalu dikocok. Fraksi n-heksana terlarut dipisahkan dari fraksi tak
terlarut (residu). Fraksi terlarut diuapkan pada suhu 30-40ºC untuk memperoleh ekstrak kering. Ekstrak kering ini kemudian dilarutkan dalam n-heksana hingga 50 ml untuk tujuan efektivitas sebagai anti
rayap. Residu hasil fraksinasi n-heksana juga dipersiapkan 50 ml untuk uji efektivitasnya sebagai anti rayap.
Pengujian anti rayap digunakan contoh uji kertas saring (Whatman 40, diameter 12,5 cm). Kertas saring direndam dalam larutan ekstrak selama 24
jam lalu dikeringudarakan. Kertas saring tanpa ekstrak (kontrol), kertas saring yang telah direndam dalam ekstrak dari fraksi terlarut dan fraksi tak
terlarut (residu) ditimbang untuk memperoleh berat awal (Wo). Pengujian antirayap dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam cawan petri.
Sebanyak 150 ekor rayap dari kasta pekerja dan 15 ekor dari kasta prajurit yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam setiap contoh uji. Unit pengujian tersebut diletakkan pada suatu wadah yang lebih besar lalu dibiarkan ditempat gelap dan dipertahankan pada suhu ±28ºC dan kelembaban ±75 % selama 3 minggu. Kelembaban dipertahankan dengan cara penyemprotan aquadest pada kertas uji secukupnya setiap hari. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap minggu. Rayap yang mati bangkainya dibuang untuk menghindari adanya konsumsi terhadap rayap lainnya atau sifat kanibalisme rayap. Total rayap yang mati digunakan untuk menghitung persentase mortalitas rayap dari total keseluruhan rayap yang diujikan. Pada akhir pengamatan, kertas saring ditimbang untuk menghitung laju konsumsi rayap. Komponen kimia dari ekstrak ijuk dengan n-heksana dapat menghambat aktivitas rayap dalam menaikkan persentase tingkat mortalitas rayap dan menurunkan laju konsumsi rayap.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pohon aren (Arenga pinnata Merr) memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial.
2. Keterbatasan pasokan dan kurangnya modal menjadi faktor pembatas dalam memenuhi permintaan pasar atas gula semut baik di dalam maupun luar negeri.
3. Tantangan untuk mengembangkan pohon aren (Arenga pinnata Merr) meliputi input teknologi masih minim, perbaikan manajemen produksi, perbaikan pengolahan, pemasaran masih tradisional, diseminasi masih terbatas pada sebagian kecil petani, dan kesulitan bibit unggul.
4. Papan partikel dan komposit dari limbah pohon aren merupakan langkah antisipasi kekurangan komponen bahan bangunan kayu.
5. Keunggulan biochar dari limbah padat industry tepung aren tidak mengganggu keseimbangan karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman.

Saran
Sebaiknya pemerintah menyediakan subsidi bibit unggul, pupuk, serta mesin untuk mengolah hasil pohon aren (Arenga pinnata Merr) serta mengendalikan harga pasar atas produk turunan aren agar petani aren lebih sejahtera.




DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiyaan Usaha Kecil (PPUK). Gula Aren (Gula Semut Dan Cetak). Jakarta.

Effendi. 2010. Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Indonesian Center for Crops Research and Development. 9 (1): 36-46.

Haryanto, dkk. 2008. Teknologi Papan Partikel Dan Komposit Dari Limbah Pohon Aren (Kayu Dan Serat) Dan Limbah Karet Ban Bekas. Jurnal Litabang Provinsi Jawa Tengah. 6 (1).

Samma, dkk. 2006. Sifat Anti Rayap Dari Ekstrak Ijuk Aren (Arenga pinnata Merr). Jurnal Parennial. 3 (1): 15-18.

Sihana, dkk. 2013. Processing Biochar From Solid Waste Arenga pinnata Flour Industry. 11 (1).
 



















 


                                                         



 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar