MAKALAH
POTENSI
EKONOMI SUMBER DAYA KOBRA
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Sumber Daya Hutan
Dosen
Pengajar :
Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
Disusun
oleh:
Wahyuni Pulunga
131201019
HUT 4A
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai tugas untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya
Hutan. Adapun isi dari makalah ini adalah membahas tentang potensi ekonomi yang
dapat dihasilkan dari ular kobra (Ophiophagus
hannah). Judul makalah ini adalah “Potensi Ekonomi Sumber Daya Kobra”.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Agus Purwoko, S.Hut,
M.Si yang telah memberikan materi dengan baik dan jelas. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam
penyusunan makalah ini. Diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima
kasih.
Medan,
Maret
2015
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR
ISI.............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
.... 1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
.... 1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II
ISI
.... 2.1 Perdagangan Ular
Kobra Nasional dan Internasioanl....................... 3
.... 2.2 Manfaat Ular Kobra.......................................................................... 4
.... 2.3
Ternak Ular Kobra............................................................................. 7
.... 2.4
Status Perdagangan Kobra Dalam Cites........................................... 8
BAB
III
PENUTUP
.... 3.1 Kesimpulan........................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu sistem di
alam yang mengandung komponen hayati (organisme) dan komponen non hayati
(abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut terjadi hubungan timbal balik
untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk mempertahankan kehidupan.
Negara Indonesia, Brazilia dan Zaira
merupakan negara penyumbang kestabilan ekosistem bumi karena memiliki
biodsiversitas tinggi pada ekosistem hutan hujan tropikanya. Biodiversitas ini
tidak hanya meliputi flora, namun juga kaya akan faunanya.
Peran dan fungsi ekosistem hutan
hujan tropika di Indonesia dalam memproduksi oksigen untuk kestabilan iklim
global telah terbukti manfaatnya, demikan pula manfaat lain sebagai sumber
produk hayati hutan untuk industri dan perdagangan hasil hutan juga telah
menujukkan keuntungan bagi kehidupan manusia. Usaha-usaha dalam memanfaatkan
sumber daya alam semakin diminati untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hutan tropika bisa berfungsi sebagai
produksi dalam bentuk berbagai hasil hutan baik kayu maupun non kayu seperti
damar, resin, buah-bauhan, obat-obatan dan lain-lain. Bila kondisi lingkungan
sesuai artinya ekosistemnya tidak terganggu, hutan tropika bisa mengatur proses
regenerasi sendiri produksi hutannya.
Terdapat banyak manfaat
yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan Indonesia baik dalam industri besar
maupun usaha skala rumah tangga. Manfaat obat herbal yang dihasilkan dari
tanaman obat ekosistem hutan semakin diminati oleh kalangan pengusaha. Baik
dari tumbuhan, saat ini dari satwa pun tak kalah digemari dalam pemenuhan
kebutuhan hidup untuk memenuhi kebutuhan.
Salah satu spesies
satwa yang banyak dimanfaatkan dan terkenal dalam perdagangan internasional
adalah ular kobra (Ophiophagus hannah). Ular
kobra memiliki banyak manfaat dari segi estetika, manfaat obat, manfaat ekonomi
(perdagangan), bahan berburu, dan sebagainya. Namun apabila pemanfaatan
dilakukan tanpa pengendalian yang tepat (dari pihak yang berwenang), akan terjadi
kelangkaan spesies yang akhirnya menyebabkan terganggunya ekosistem dan
kesengsaraan ekonomi.
Tulisan ini dibuat
dengan mengumpulkan berbagai data dari berbagai hasil penelitian. Tulisan ini
dikelompokkan menjadi potensi ekonomi dari perdagangan ular kobra, manfaat obat
ular kobra, ternak ular kobra, dan status perdagangan ular kobra dalam CITES.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
perdagangan ular kobra nasional maupun internasional?
2. Apa-apa
saja manfaat obat yang dapat dihasilkan dari ular kobra?
3. Bagaimana
manfaat ternak ular kobra?
4. Bagaimana
status perdagangan ular kobra dalam CITES?
BAB II
ISI
2.1
Perdagangan Ular Kobra Nasional dan Internasioanl
Perdagangan
adalah salah satu bentuk dari pemanfaatan satwa liar. Perdagangan spesies langka beserta bagian-bagian tubuh dan produk
olahannya tampaknya telah menjadi bisnis yang menguntungkan sekaligus penting
di dunia internasional. Sejumlah besar spesies spesies langka secara rutin
telah ditangkap dari alam dan dikirim ke seluruh penjuru dunia. Para ahli
konservasi mengemukakan bahwa beberapa
spesies spesies langka yang diperdagangkan telah mengalami
kelangkaan. Kontribusi perdagangan
spesies langka di beberapa negara
tidak dapat dikatakan sedikit, misalnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan
meningkatkan pendapatan lokal.
Ular Kobra, Sanca Batik
dan Jali merupakan 3 jenis ular komersial yang banyak dimanfaatkan masyarakat.
Indonesia telah aktif dalam perdagangan internasional kulit ketiga jenis ular
tersebut sejak lama dengan jumlah ekspor yang cukup besar. Namun demikian,
pendapatan yang diperoleh negara relatif kecil dan pengetahuan mengenai ketiga
jenis ular tersebut masih terbatas baik tingkat perdagangan maupun kondisinya
di alam. Total ekspor kulit ketiga jenis ular tersebut selama tahun 2001-2010
mencapai 13.500.127 lembar, sedangkan tren perdagangannya menunjukkan angka
yang fluktuatif terutama Kobra dan Jali karena adanya krisis keuangan yang
melanda dunia serta embargo pada kulit Jali Indonesia. Perdagangan kulit Sanca
Batik lebih stabil dengan rata-rata mencapai 156.888 lembar. Terdapat 33 pelaku
eksportir yang berkecimpung dalam usaha ini dan mayoritas berada di Kota
Jakarta, Tangerang, Magelang, Surabaya, Makassar, Medan dan Samarinda.
Rata-rata perkiraan devisa dari ekspor ketiga jenis kulit antara tahun
2005-2010 mencapai $32,929.93 dan PNBP (IHH) Rp.18.864.145,00. Singapura,
Meksiko, Italia dan Spanyol merupakan negara tujuan utama ekspor Indonesia di
samping 47 negara lainnya. Untuk menjaga kelestarian ketiga jenis ular ini,
maka diperlukan upaya perbaikan terhadap sistem penyusunan kuota pemanfaatannya
seperti: a) penggunaan data dari hasil inventarisasi dan monitoring; b) jumlah
kuota berdasarkan potensi daerah pengambilan spesimen; c) pembatasan ukuran,
waktu dan rotasi daerah pemanenan; d) pengawasan dan pengendalian di daerah
pemanenan. Upaya lainnya dapat berupa perbaikan terhadap sistem perdagangan,
seperti: a) labelisasi spesimen; b) penegakkan aturan hukum di semua level; c)
penyadartahuan masyarakat; d) revisi UU No.5 Tahun 1990 dan Kepmenperindag No.
476/MPP/Kep/8/2004 (Amaliah, 2012).
Jakarta
merupakan ibu kota Indonesia dimana semua bentuk perdagangan dapat ditemukan
termasuk perdagangan satwa baik dalam kondisi mati maupun hidup. Petani sengaja
menangkap reptil untuk memperoleh penghasilan tambahan ataupun sengaja karena membahayakan. Petani tidak sengaja
menangkap reptil karena dianggap sebagai
hama pertanian. Pemburu menjual
hasil tangkapan reptil kepada kolektor. Untuk kulit reptil, petani
menjual kepada pedagang. Pedagang menjual kulit
kepada penyamak kulit atau eksportir. Pemburu membawa produk reptil
seperti empedu dan reptil hidup
kepada pedagang. Pedagang memiliki hubungan khusus dengan pemburu atau pun
penyuplai untuk menjaga kesinambungan suplai di pasar. Secara berkala pedagang
mengunjungi pemburu untuk menyampaikan perkembangan pasar dan harga-harga
satwa. Perdagangan reptil dilakukan
dalam jumlah yang besar dengan nilai yang sangat komersil (Soehartono dan
Mardiastuti dalam Arisnagara, 2009).
Beberapa
pedagang reptil baik darlam bentuk obat ataupun makanan di Jakarta memperoleh
keuntungan yang cukup besar yakni mencapai Rp 150 000.00 (pedagang kecil) per
hari dan Rp 3 000 000.00 (pedagang besar) per hari (Arisnagara, 2009).
2.2
Manfaat Ular Kobra
Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia menjadikan masyarakat berpikir untuk memanfaatkan potensi
sumberdaya alam yang ada termasuk reptil. Reptil yang semula dianggap merugikan berubah menjadi komoditas
bernilai ekonomi tinggi untuk obat dan makanan. Permintaan reptil sebagai obat
dan makanan terus meningkat setiap waktu. Terdapat 13 jenis reptil (ular kobra, king kobra, ular sanca, ular lanang sapi, ular cicncin emas, ualr welang,
ular weling, ular tanah, ular koros, biawak, tokek dan bulus) yang dimanfaatkan
dalam bentuk produk obat (darah segar, salep, kapsul, cream, minyak, empedu
kering, tangkur kering, dan tepung). Terdapat 7 jenis reptil (ular kobra, ular
sanca, biawak, buaya, tokek, kadal dan bulus)
dalam bentuk produk makanan (sate, sop, abon, daging goreng, daging
goreng tepung). Masyarakat mengkonsumsi reptil untuk mengobati penyakit kulit.
Masyarakat
di Indonesia bagian timur berburu reptil untuk dijadikan sebagai sumber protein
dan alat kesenian seperti tifa. Masyarakat di Indonesia bagian barat juga
memanfaatkan reptil sebagai obat tradisional (Soehartono dan Mardiastuti dalam
Arisnagara, 2009). Permintaan reptil untuk dikonsumsi terus meningkat setiap
waktu. Selain itu, masyarakat percaya bahwa
beberapa jenis reptil dapat dimanfaatkan
sebagai obat. Pemanfaatan reptil sebagai obat merupakan pemanfatan
reptil dalam bentuk aneka produk obat yang digunakan untuk mengurangi,
menghilangkan atau menyembuhkan suatu penyakit. Daging, darah dan empedu reptil dipercaya mengobati penyakit kulit. Reptil
juga dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk aneka makanan. Pemanfaatan reptil sebagai makanan
merupakan kegiatan mengkonsumsi reptil dalam bentuk aneka produk
makanan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan protein, kegiatan
metabolisme dalam tubuh dan meningkatkan stamina (suplemen). Trend
wisata kuliner mendorong masyarakat untuk mencoba produk makanan dari reptil.
Ular
khususnya ular kobra dipercaya untuk menyembuhkan penyakit hepatitis, asma,
eksim, kudis, memelihara kekuatan
seksual sampai usia lanjut (Haryanto
dalam Arisnagara, 2009). Ular kobra
juga digunakan untuk menghentikan
penyumbatan pada syaraf dan otot, sakit sendi pada tulang, beri-beri dan
rematik (Nugroho et al. dalam Arisnagara, 2009). Bagian tubuh ular
yang sering digunakan sebagai obat adalah daging, darah dan empedu. Darah ular
biasanya digunakan untuk
mengobati alergi, gatal-gatal, diabetes, liver, jantung, sesak nafas,
asam urat, pinggang, rematik, darah rendah, darah tinggi. Empedu ular bisa
menjadi anti racun (anti venom) di tubuh manusia terhadap bisa ular sendiri
(Francisca dalam Arisnagara, 2009). Reptil juga
dimanfaatkan sebagai makanan. Di Jakarta, Semarang dan Surabaya banyak pedagang
kaki lima yang menjual makanan dari reptil. Makanan yang dijual antara lain
abon dan daging goreng ular kobra (Haryanto dalam Arisnagara, 2009).
Konsumen
memanfaatkan reptil untuk mengobati penyakit
kulit (gatal-gatal, eksim dan koreng) dan rematik serta untuk
menghaluskan kulit (keriput). Mereka menggunakan produk olahan reptil sebagai alternatif pengobatan karena obat
kimia belum dapat menyembuhkan penyakit
kulit yang diderita. Selain itu, harga
produk obat dari reptil lebih murah dan dianggap lebih manjur dibandingkan obat
dari dokter dan instansi kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas,
dan lain-lain).
Tabel
10 Khasiat dan penggunaan produk obat
dari reptil yang diperjualbelikan di DKI Jakarta
No
|
Jenis Reptil
|
Produk Obat
|
Khasiat
|
Penggunaan
|
1
|
Ular kobra, king
kobra, ular sanca, ular lanang, sapi, ular welang, ular weling, ular tanah,
ular koros
|
darah, empedu,sumsum
|
Menyembuhkan penyakit
kulit, lemah
syahwat, kencing manis, liver, asma, penglihatan mata tidak jelas, jantung, tekanan darah. |
Diminum
|
2
|
ular kobra,
biawak,tokek
|
Kapsul
|
Menyembuhkan
gatal-gatal pada tubuh, eksim, koreng, panu, kadas, kurap
|
Diminum/ditelan
|
3
|
Ular kobra, bulus
|
Salep
|
Menyembuhkan eksim, koreng, panu,
kadas, kurap |
Dioleskan
|
4
|
Bulus
|
Cream
|
Menghaluskan kulit,
menghilangkan flek-flek hitam, memutihkan kulit
|
Dioleskan
|
5
|
Ular kobra, bulus
|
Minyak
|
Menghaluskan kulit,
menyembuhkan luka bakar, eksim, koreng, bisul, jerawat, menghilangkan flek
hitam
|
Dioleskan
|
6
|
Ular kobra, king
kobra, ular sanca
|
Empedu kering
|
Mengurangi racun pada
tubuh, menyembuhkan asma
|
Diminum/ditelan
|
7
|
Ular kobra
|
Tangkur kering
|
Meningkatkan vitalitas
/ gairah sex
|
Diminum
|
8
|
Ular kobra, ular
welang
|
Tepung
|
Menambah tenaga,
menyembuhkan lemah syahwat, eksim, koreng, panu, kadas, kurap, rematik, sakit
pinggang
|
Dicampur dengan bubur
atau sup
|
Keterangan
: masing-masing produk obat terbuat dari satu jenis reptil
2.3
Ternak Ular Kobra
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia menjadikan masyarakat berpikir untuk
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada termasuk reptil. Reptil yang
semula dianggap merugikan berubah menjadi
komoditas bernilai ekonomi tinggi untuk obat dan makanan.
Harga satu ekor ular kobra yang digunakan untuk menjadi minuman dinilai dengan harga Rp 50.000,00 – 100.000,00.
Untuk harga paket yang terdiri dari 3 jenis ular misalnya ular kobra, ular weling, ular cincin emas dinilai dengan harga Rp
100.000,00 – 150.000,00.
Di
negara Cina, terdapat sebuah desa yang mata pencahariannya hanya dari ternak
ular. Tepatnya yaitu di desa Zisiqiao. Bagi warga desa, ular telah memberi
mereka jutaan dollar AS. Berita selengkapnya adalah sebagai berikut :
Desa
Zisiqiao "Dihuni" 3 Juta Ular
Senin, 25 Juli 2011 | 16:52 WIB
BEIJING, KOMPAS.com
— Zisiqiao tergolong desa yang kecil. Desa yang terletak di provinsi Zhejiang,
China, itu hanya dihuni oleh 160 keluarga. Yang istimewa, semua keluarga adalah
peternak ular. Bila ditotal, dalam setahun desa ini menghasilkan lebih dari 3
juta ekor ular.
Setiap rumah di desa ini dihuni
ribuan ular paling berbahaya, seperti kobra, viper, dan piton. Ular-ular itu
diternakkan untuk keperluan pengobatan dan makanan.
Bagi warga desa Zisiqiao, ular
telah memberi mereka jutaan dollar AS. Sementara bila hanya mengandalkan tanah
pertanian, mereka akan tetap miskin.
"Sebagai desa ular nomor satu
di China, tidak mungkin bagi kami hanya mengembangbiakkan satu jenis ular. Kami
sudah meneliti berbagai jenis ular dan metode budidayanya," jelas Yang
Hongchang.
Dialah yang pertama kali
memperkenalkan pengembangbiakan ular di desa itu pada 1985.
"Metode budidaya kami yang
asli sudah disetujui dan diakui pemerintah. Mereka memandang kami sebagai
sebuah korporasi dalam keluarga petani," lanjut lelaki 60 tahun itu.
Dalam tiga tahun pertama usahanya
ini, Yang menangkap ular-ular lokal lalu menjualnya ke pedagang hewan. Dia
kemudian memutuskan untuk menangkarkan sendiri ular-ular itu di rumah.
Menurutnya, itu lebih baik ketimbang berburu ular.
Langkah itu kemudian diikuti
tetangganya.
Di China, ular dikenal sebagai
salah satu bahan obat. Bisa ular maupun sup dagingnya diyakini mampu
meningkatkan daya tahan tubuh.
Sebagai peternak ular, bahaya
terbesar yang dihadapi adalah gigitannya. Apalagi, ular yang diternakkan
kebanyakan ular berbisa.
Cara budidaya ular yang asli
sebenarnya sederhana, yakni dengan mempertemukan ular jantan dan betina. Namun,
dengan penelitian, cara budidaya pun semakin bagus karena petani menjadi lebih
tahu cara memilih ular betina yang bagus, memberi makan, dan cara menginkubasi
telur-telur sehingga angka kelangsungan hidup pun bertambah.
Yang Hongchang kini memiliki
perusahaan peternakan ular yang menghasilkan produk dengan mereknya sendiri.
Penelitian dan pengembangan produk pun terus dilakukannya. Misalnya, kini dia
memproduksi daging ular kering, arak ular, hingga tepung ular.
Dari berita tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa menangkarkan atau beternak ular jauh lebih baik
daripada berburu ke alam. Karena cara ini dapat menjaga kelestarian keanekaragaman
Indonesia agar tidak terjadi kelangkaan sumber daya.
2.4
Status Perdagangan Ular Kobra dalam CITES
Ular kobra
termasuk dalam Apendiks II CITES, Appendix II yang memuat daftar dari spesies
yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila
perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Dalam penetapan
harga, ular kobra termasuk satwa yang tidak dilindungi undang-undang. Harga
perdagangan kobra relatif terjangkau, mungkin karena jumlahnya yang masih
banyak ditemukan di alam.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perdagangan
adalah salah satu bentuk dari pemanfaatan satwa liar. Perdagangan ular kobra
baik dalam negeri maupun manca negara memberikan keuntungan bagi negara. Kontribusi
perdagangan spesies langka di beberapa negara tidak dapat dikatakan
sedikit, misalnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan meningkatkan
pendapatan lokal. Ular Kobra, Sanca
Batik dan Jali merupakan 3 jenis ular komersial yang banyak dimanfaatkan
masyarakat. Indonesia telah aktif dalam perdagangan internasional kulit ketiga
jenis ular tersebut sejak lama dengan jumlah ekspor yang cukup besar. Namun
kelesatarian spesies-spesies tersebut harus diperhatikan agar jumlahnya tetap
ada untuk dimanfaatkan.
Reptil
yang semula dianggap merugikan berubah
menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi untuk obat dan makanan. Permintaan
reptil sebagai obat dan makanan terus meningkat setiap waktu. Terdapat 13 jenis
reptil (ular kobra, king kobra, ular
sanca, ular lanang sapi, ular cicncin emas,
ualr welang, ular weling, ular tanah, ular koros, biawak, tokek dan bulus) yang
dimanfaatkan dalam bentuk produk obat (darah segar, salep, kapsul, cream, minyak,
empedu kering, tangkur kering, dan tepung). Terdapat 7 jenis reptil (ular kobra,
ular sanca, biawak, buaya, tokek, kadal dan bulus) dalam bentuk
produk makanan (sate, sop, abon,
daging goreng, daging goreng tepung). Masyarakat mengkonsumsi reptil untuk
mengobati penyakit kulit. Ular khususnya ular kobra dipercaya untuk
menyembuhkan penyakit hepatitis, asma, eksim, kudis, memelihara kekuatan seksual sampai usia lanjut.
Salah satu cara untuk
tetap menjaga keberadaan ular yang terus dieksploitasi atau diburu di alam
adalah dengan menangkarkan atau beternak ular yang jauh lebih baik daripada
berburu ke alam. Karena cara ini dapat menjaga kelestarian keanekaragaman
Indonesia agar tidak terjadi kelangkaan sumber daya.
Ular
kobra termasuk Apendiks II dalam CITES. Harga penjualannya pun relatif murah
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 03/M/DAG/PER/1/2014
Tentang Penetapan Harga Patokan Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang Tidak
Dilindungi Undang-Undang
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, Nina. 2012.
Status Ekspor Ular Kobra, Ular Sanca Batik, dan Ular Jali
Indonesia.
Perpustakaan Pusat UGM, Yogyakarta
Arisnagara, Febia.
2009. Pemanfaatan Reptil Sebagai Obat dan Makanan Di
Daerah
Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. IPB. Bogor
Kompas.com tentang Desa
Zisiqiao “Dihuni” 3 Juta Ular berita pada Senin 25 Juli
2011
pukul 16.52 WIB
Peraturan Menteri
Perdagangan RI Nomor 03/M/DAG/PER/1/2014 Tentang
Penetapan
Harga Patokan Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang
i need help please this for my school project thankyou so much
BalasHapushttp://kobraaaa.wikidot.com
.